Mohon tunggu...
Ainur Rohman
Ainur Rohman Mohon Tunggu... Nelayan - Pengepul kisah kilat

Generasi pesisir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dipaksa Diam

3 November 2018   20:12 Diperbarui: 3 November 2018   21:37 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Burung Bangau Di Bulan Oktober

Senapan berburu bocah kecil itu mengarah tepat kepadanya. Tubuhnya mencoba bangkit namun otot-otot kakinya tak berdaya, tak lagi mampu menopang berat badanya. Dia menghindari sorot mata bocah kecil itu.

Mencoba bertahan hidup dengan berbagai cara. Raja singa mengaum sejadi-jadinya, meski kekuatannya berkurang dan tak lagi bisa menyerang musuh secara tiba-tiba. Di atas kuda sorot mata bocah kecil itu masih terpaku, moncong senapan berburunya goyah, tangannya mengeluarkan bunyi-bunyian gemetar.

Merasa mendapatkan angin keberuntungan, sang raja singa kembali menggertak bocah kecil itu dengan sisa-sisa auman. "Hauum." Dan sedetik kemudian, "Dor, dor, dor!" Suara senapan laras panjang meredupkan auman sang raja singa.

Kini raja singa dipaksa terdiam. Tambahan tiga butir peluru menyasar tubuhnya dengan sengaja. Darah segar mengalir deras dari perutnya, kakinya, dan kepalanya. Tubuhnya sang raja singa terkapar, tak bisa bergerak lagi, roh sang raja singa telah mangkat ke alam baka.

Bocah kecil itu masih terpaku di atas kudanya. Kilasan kejadian yang terjadi di depan matanya tak sanggup dicerna oleh akal pikirnya. Tubuhnya lemas, luruh, hilang semangat berburunya, matanya sembab, sorotnya sayu, genangan air matanya tumpah.

Jiwa bocah kecil itu tercabik-cabik tak kuat menahan beban yang tak tertanggungkan, suara gemetar dari kedua tangannya masih terdengar, hatinya ngilu, badannya ambruk dari kuda, kedua matanya masih basah seakan enggan untuk melihat isi dunia, namun sulit untuk terpejam.

Dalam kalut dia berteriak pekak. "Kenapa kalian tembak, singa itu!" Jerit pilu bocah kecil itu pada paman dan kakak-kakaknya.

"Justru kami sedang menyelamatkan nyawamu dari terkaman singa itu, goblok!" Sergah kakaknya dengan lugas. Membungkam suara jerit, bocah kecil itu.

Bercak merah masih menyala dan menyolok pandangan mata, di tanah dan di rerumputan tepat di bawah pohon meranti. Genangan warna merah darah masih segar diingatan bocah kecil itu. Meski kini singa malang itu tak lagi di tempat semula. Jasadnya telah berpindah tempat ke dalam gerobak yang ditarik dua ekor kuda.


Tamat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun