Mohon tunggu...
Ainun Nadhiroh
Ainun Nadhiroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

UIN KHAS Jember

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Jual Beli Online: Perlindungan Hukum bagi Konsumen

16 Oktober 2021   15:00 Diperbarui: 16 Oktober 2021   16:42 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tindak Kejahatan bukan lagi konsep baru dalam kehidupan masyarakat. Dalam perkembanganya, modus operasi kejahatan pun sudah bergerak maju seiring perkembangan zaman. Pada era teknologi yang semakin berkembang, manusia pun semakin memanfaatkan fasilitas tersebut (teknologi). 

Hampir semua aktivitas perekonomian di dunia memanfaatkan media internet dengan menggunakan sarana elektronik. Kemajuan teknologi melahirkan suatu dunia modern yang populer dikenal dengan dunia internet, yang mana di dunia internet  tersebut individu yang satu dengan yang lain bisa berkomunikasi ataupun berinteraksi tanpa batas wilayah dan dilakukan tanpa bertemu tatap muka secara langsung tetapi dengan perantara elektronik (gadget).

Kehadiran teknologi informasi di Indonesia telah diundangkan UU No, 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU No. 19 Tahun 2016 sebagaimana diubah dengan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Undang-Undang ITE merupakan payung hukum pertama untuk mengatur adanya aktifitas transaksi elektronik di Indonesia, dan memberikan pembaruan hukum dengan tujuan manjamin kepentingan masyarakat akan jaminan kepastian hukum untuk bertransaksi dengan memanfaatkan media elektronik.

Pada tahun 2020 terjadi penipuan perjanjian jual beli online yang terjadi di Kabupaten Baru Provinsi Sulawesi Selatan, kronologis kejadiannya yakni korban F dan pelaku NBH telah melakukan kesepakatan lewat media online untuk transaksi jual beli masker sensi yang telah diunggah pelaku lewat aplikasi media sosial facebook. 

Kemudian pelaku dan korban mulai saling tawar menawar melalui aplikasi messenger, korban dan pelaku sepakat mengenai harga Rp 170,000/box dengan memesan masker sebanyak 15 box dengan harga RP 2.550.000, kemudian korban chatting lagi lewat whatsapp dan pelaku mengirim nomor rekening ke korban. 

Akan tetapi setelah korban mengirimkan uang terhadap si pelaku dengan lunas sesuai dengan harga barang yang dipesan, pada saat uang sampai di tangan pelaku, pelaku pun membuat paket berupa satu kotak berisi buku tulis dan handuk bayi bekas. 

Dengan tampilan rapi kemudia pelaku menarik uang transfer Rp 2.550.000 lalu menuju ke tempat pengiriman barang di kota Parepare bersama istrinya, tidak berselang beberapa menit kemudian pelaku memblokir whatsapp dan akun facebook korban, dalam kasus ini korban mengalami kerugian dan melaporkan kejadian ini ke polres Kabupaten Barru.

Dari kasus ini ditemukan fakta hukum bahwa perjanjian jual beli online rawan terjadinya penipuan, bisa dilihat bahwa hal tersebut terjadi karena aktivitas perjanjian jual beli online tidak ada pertemuan secara langsung dan bahkan banyak antara pihak penjual dan pembeli yang tidak salig mengenal, dan tejadilah penipuan. 

Jika melihat kasus ini maka bisa kita lihat pasal 1320 BW (Burgerlijk Wetboek)/KUHPer yang mengatur ketentuan syarat sahnya perjanjian, yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat sesuatu, suatu pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab yang tidak terlarang. 

Jika tunduk pada pasal 1320 BW maka seandainya salah satu pihak melanggarnya, tentu akan muncul konsekuensi hukum adalah perjanjian dapat dimohonkan pembatalan dan batal demi hukum, selain konsekuensi hukum perdata si atas juga berdampak pada konsekuensi hukum pidana penipuan dan UU ITE yang berlaku positif di Indonesia.

Sudah disebutkan diatas bahwa pengaturan hukum yang mengatur masalah penipuan dalam perjanjian jual beli online dalam hukum positif Indonesia yaitu baik pengaturan tentang transaksi elektronik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi  elektroniksebagai dasar utama pengaturan jual beli online. 

Kemudian ada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan system dan transaksi  elektronik.

Terkait kasus penipuan jual beli online yang dibahas sebelumnya, lebih tegas lagi kita bisa lihat pada pasal 8 ayat (1) huruf f UU No. 8 Tahun 1999 melarang pelaku usaha untuk memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa.

Ketidaksesuaian spesifikasi barang yang diterima F selaku korban merupakan bentuk pelanggaran bagi NBH selaku pelaku usaha dalam memperdagangkan barang. 

Kemudian F selaku konsumen sesuai pasal 4 huruf H UU No. 8 tahun 1999 berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian barang apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 

Sedangkan NBH selaku pelaku usaha sesuai pasal 7 huruf g UU No. 8 Tahun 1999 berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Dengan NBH selaku pelaku usaha yang melanggar larangan memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji atau kesepakatan yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut, maka ia dapat dipidana berdasarkan pasal 62 ayat (1) UU No 8 tahun 1999 yang berbunyi: 

“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 13 ayat (2), pasal 15, pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak rp 2 miliar”.

Meski demikian dengan adanya pengaturan hukum tersebut fakta di dalam masyarakat masih ditemukan rawan terjadinya penipuan dalam jual beli online. 

Hal ini disebabkan karena penegak hukum belum cukup mampu menerapkan dengan baik pengaturan hukum tersebut untuk mengantisipasi, mengoptimalkan atau menekan terjadinya persoalan-persoalan hukum yang sering terjadi dalam jual beli online, yaitu utamanya persoalan penipuan dalam jual beli online yang masih rawan terjadi penipuan.

Oleh: Ainun Nadhiroh Thoyyibatul Mahbubah

Mahasiswa UIN KHAS Jember

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun