Abrasi merupakan proses pengikisan pantai oleh kekuatan gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Penebangan pohon-pohon pada hutan pantai atau hutan mangrove memacu terjadinya abrasi pantai lebih cepat. Sebanyak 20 persen dari garis pantai di sepanjang wilayah Indonesia mengalami kerusakan akibat berbagai permasalahan antara lain perubahan lingkungan dan abrasi pantai.
Cara menanggulangi abrasi salah satu upaya yang dapat dilakukan yakni dengan membuat ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove memiliki banyak fungsi, fungsi secara fisik yaitu mangrove mampu menahan gelombang tinggi, badai dan pasang ombak sewaktu-waktu, sehingga mengurangi abrasi pantai.Â
Secara ekologis mangrove juga memiliki fungsi sebagai sumber plasma nutfah, karena sebagai tempat bertelur dan bersarangnya biota laut
Untuk membuat ekosistem mangrove sendiri diperlukan lapisan terluar yang dapat beradaptasi dengan lingkungan terluar. Salah satu jenis mangrove yang mampu beradaptasi dengan baik adalah jenis mangrove pedada (Sonneratia caseolaris). Mangrove pedada merupakan mangrove yang tumbuh dikawasan pesisir dengan adaptasi tinggi terhadap kondisi salinitas. Penelitian tentang perbanyakan mangrove Pedada secara intensiv di Indonesia masih kurang. Pihak konservasi masih mengandalkan tanaman yang tumbuh liar dihutan untuk memenuhi kebutuhan bibit tanaman mangrove.
Mahasiswa Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta melakukan inovasi baru agar dapat memenuhi bibit mangrove Pedada dengan cara melakukan perbanyakan secara Kultur In Vitro yang didanai melalu ajang bergengsi setiap tahunnya yakni Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian Eksakta.Â
Dimana kultur in vitro merupakan metode perbanyakan tanaman dengan mengisolasi bagian tanaman dan menumbuhkannya pada media yang mengandung nutrisi serta zat pengatur tumbuh dalam kondisi streril dengan kelebihan mampu menghasikan bibit lebih cepat, banyak, bebas dari penyakit dan identik dengan induknya tanpa dipengaruhi musim.