Mohon tunggu...
Ainiyatus Sadiyah
Ainiyatus Sadiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia

Penikmat Seni dan Bahasa

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Dibalik Kemeriahan Bulan Bahasa

20 Oktober 2021   21:02 Diperbarui: 27 Oktober 2021   16:54 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Penulis Ainiyatus Sa'diyah dan Sajida Faidaah Al-Afify

Negara ini memaknai rentang selama bulan Oktober menjadi 'Bulan Bahasa Nasional'. Alasannya merujuk pada sejarah bangsa, dimana pada bulan ini diperingati Hari Sumpah Pemuda. Oleh sebab itu Bahasa Indonesia ditetapkan menjadi bahasa resmi yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928. Tidak hanya itu, peringatan hari-hari penting di bulan ini menjadikannya lebih istimewa. Seperti peringatan Hari Kesaktian Pancasila, Hari Kesehatan Mental Sedunia, Hari Pangan Sedunia, dan masih banyak lagi.

Di bulan bahasa akan diadakan banyak kegiatan dan perlombaan seputar bahasa dan sastra. Berbagai lembaga pendidikan, organisasi, bahkan pemerintah daerah juga turut serta memperingatinya. Biasanya perlombaan diadakan dengan meriah seperti perlombaan baca cipta puisi, debat, drama atau teater, seminar bahasa, penulisan karya ilmiah dan masih banyak lagi. Kegiatan ini tidak hanya digunakan untuk memperingati Sumpah Pemuda, melainkan juga digunakan sebagai pemelihara semangat peran masyarakat luas.

Pernahkah kalian mengikuti kegiatan di bulan bahasa? Jika ya, mungkin saat masih duduk di bangku sekolah dulu. Sebagian siswa akan sibuk dengan persiapan lombanya dan sebagian lagi sibuk sebagai panitia perlombaan.

Sewaktu saya masih bersekolah di sekolah menengah, pada puncak peringatan bulan bahasa seluruh jam pelajaran dikosongkan hari itu. Kemudian murid-murid akan berkumpul di lapangan menyaksikan serangkaian pertunjukkan yang ditampilkan. Tentu saja yang mengadakan adalah anak-anak dari kelas bahasa. Seru bukan?

Ketika memasuki bulan bahasa seperti sekarang ini, kegiatan yang beraroma bahasa mulai muncul diingatan. Selain jamkos yang dinantikan saat sekolah, saya menjadi memiliki banyak pengetahuan tentang bahasa yang bisa didapatkan. Media elektronik maupun non elektronik diisi dengan puisi, cerpen, pemahaman bulan bahasa, dan peringatan bulan bahasa di berbagai daerah. Rubrik-rubrik bahasa dan sastra ini membuat pembaca hanyut dalam setiap kata yang dituangkan.

Seluruh upaya yang dilakukan ini adalah salah satu langkah untuk semakin dekat dengan bahasa dan sastra sebagai bentuk pemanusiaan manusia. Hal tersebut mengarahkan pada pemanusiawian manusia melalui bahasa dan sastra. Ini berarti dengan berbahasa seseorang akan mendapatkan keunggulan dari manusia yang lain.

Dibalik gempita peringatan ini, masih banyak anak-anak muda yang kurang meminatinya terutama dalam keterampilan membaca dan menulis. Dulu ketika saya masih bersekolah, tidak banyak bahkan hampir jarang ditemui anak yang bersantai dengan buku ditangannya. Kebanyakan dari mereka lebih memilih menghabiskan waktu dengan mengobrol, atau nongkrong kalau kata anak zaman sekarang. Jika ada, pasti lah beberapa saja.

Bacaan-bacaan sastra, mempunyai efek besar dalam kehidupan pembacanya, tak terkecuali bacaan sastra anak. Daya pikir anak yang mudah menerima segala macam informasi yang dapat membuat pikirannya dicerdaskan dan diperluas. Pemikiran anak menjadi lebih memiliki daya imajinasi yang tinggi karena bahan bacaan yang banyak. Hal itu karena bahasa merupakan cerminan insan dalam manifestasi menurut pemikirannya yang mengambil peran dalam pengembangan dan pematangan kemampuan berbahasanya.

Bacaan sastra berdampak positif dengan menularkan mereka untuk lebih memahami hidup. Melalui nalar yang cermat serta penggunaan diksi yang tepat, bacaan sastra akan membangun insan belia yang gemar berpikir & mempunyai kemampuan untuk merefleksi. Pengolahan diri ini yang akan memaksa manusia untuk menyampaikan diri mereka melalui bahasa dalam bentuk lisan maupun  tulisan. Anak yang tidak senang membaca tentu tidak akan senang menulis.

Jika ditanya, mengapa masih banyak anak yang tidak gemar membaca buku? Ya karena mereka kurang diakrabkan dengan buku. Kebanyakan mereka akan membaca jika itu menyangkut pendidikan formal di sekolah saja. Selepas itu, buku menjadi benda yang dibenci dan tidak akan disentuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun