Mohon tunggu...
Ainag Al Ghaniyu
Ainag Al Ghaniyu Mohon Tunggu... Buruh - a jannah seeker

Writing for healing

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Apakah Anda Juga Terjerat oleh Mi Instan?

10 April 2021   10:51 Diperbarui: 10 April 2021   11:01 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mi atau bakmi, diketahui dibawa oleh bangsa Tionghoa ke Indonesia ribuan tahun silam. Bagi bangsa mereka, mi dipercaya sebagai lambang panjang umur dan pengharapan untuk sehat seterusnya. Bagi kebanyakan bangsa Indonesia yang telah mengadopsi makanan yang satu ini, mi dianggap sebagai makanan sejuta umat, hidangan paling praktis (untuk diolah/ditemukan dimana-mana), atau bahkan diakui sebagai salah satu pilihan makanan ekonomis.

Mi Instan, Ada Dimana Saja

Sering kita tahu betapa mi menjadi andalan anak kos, pekerja kantoran yang super sibuk, serta mereka yang terjepit uang makan yang telah menipis. Tentu kita sedang membahas mi instan di sini. 

Mi instan adalah jenis mi yang kemungkinan paling banyak menyentuh sebagian besar orang. Jangankan di Indonesia, di beberapa negara diketahui mi instan produksi pabrik ternama milik sebuah konglomerasi di negara ini sudah tersedia pula. Membuat kerinduan warga Indonesia akan makanan yang satu ini  saat tengah berada di negara asing sedikit terobati.

Dipercaya selain karena faktor harga yang ekonomis dan kepraktisan serta kemudahan memperoleh dan mengolah mi yang satu ini, penyebab lain adalah karena faktor taste tentu saja. Aroma yang menggoda saraf penciuman siapapun yang sedang berada di sekitar mi instan yang tengah mengepul di mangkoknya, niscaya memantik hasrat untuk mencecapnya. Rasa yang bikin nagih, untuk sekelas makanan instan, turut menciptakan barisan addicted yang entah fanatik, entah tak punya pilihan lain.

Pabrikan mi instan di Indonesia yang didominasi entitas milik salah satu taipan tertua di negara ini juga terus-terusan mengeluarkan varian baru nyaris setiap tahun. Dari pilihan rasa maupun kemasan, dari tampilan  siap makannya maupun daerah asal yang menginspirasi mi tersebut dilahirkan.

Kita mengenal mi kemasan plastik yang dibungkus satuan dan harus diolah di atas kompor atau pemanas, namun kita juga tahu tentang mi yang tinggal diseduh air panas tanpa harus dikeluarkan dari wadahnya sudah bisa dinikmati di perjalanan.

Mi Instan Penjerat Lidah

Varian mi goreng, mi rebus, rasa soto, rasa rendang, rasa ayam penyet, rasa super pedas, sampai mi yang berasal dari negeri tetangga dan tengah mewabah berkat tontonan film-film serial, juga grup musik boy and girlband-nya, menghipnotis jutaan penduduk negera ini. Terutama kaum perempuan.

Bumbu penyedap serta bumbu lain yang melengkapi, memperkaya taste sebuah makanan instan, menundukkan selera kebanyakan orang, mencengkeram mereka dalam ketergantungan yang tak berkesudahan.

Beberapa pihak mengklaim kelebihan konsumsi mi tersebut mengakibatkan gangguan kesehatan yang cukup serius. Bahkan beberapa kali diviralkan berita tentang seseorang yang terjangkit penyakit berat juga yang berujung pada kematian, demi menakuti-nakuti para penggemarnya.

Bahan penyedap yang tinggi disebut sebagai penyebab terbesar berbagai gangguan kesehatan. Kemudian bahan utamanya, mi setengah matang yang dikeringkan, juga dituding sebagai pihak yang memperdaya fisik manusia. Sekalipun sudah banyak pakar kesehatan dan makanan bergizi, juga para pelaku naturopati meniupkan bujukan untuk menghabisi ketergantungan para penikmat mi instan, sampai saat ini bisnis mi instan terlihat masih menggiurkan.

Mi Instan, Sebuah Ketergantungan 

Jangankan duduk tenang di rumah atau kos-kosan, ketika terjadi bencana pun mi instan menjadi salah satu produk yang paling banyak disediakan (disumbangkan) para donatur, demi sedikit meringankan beban kelaparan para korban. Tumpukan dus mi instan di area-area yang terdampak bencana pasti mengingatkan kita pada tumpukan yang sama di pusat grosir.

Kebanyakan berpikir praktis, setiap orang butuh makanan, dan dalam kondisi bencana saat fasilitas hidup masih terbatas dan banyak kerusakan, makanan instan berupa mi adalah salah satu pilihan terbaik.

Makanan MPASI untuk bocah bayi pun saat ini sudah tersedia dalam bentuk mi instan. Berbeda dengan mi instan yang beredar selama ini, kandungan dan bahannya dianggap lebih ramah untuk anak yang masih belajar mencerna makanan padat. 

Apakah begitu menyiksa jika kita, mencoba, untuk melepas ketergantungan pada mi instan?

Saya punya jawaban pasti, setidaknya berdasar pengalaman pribadi.

Melepas ketergantungan pada mi instan tidak menyiksa.

Saya sudah bertahun-tahun minim sekali mengkonsumsi makanan yang satu ini. Memang, sebelumnya saya juga tidak pernah sampai addicted. Entah bagaimana awalnya, yang jelas sudah belasan tahun saya hanya makan mi instan, kira-kira, tak lebih dari 8 bungkus per tahun. 

Mi instan masih tersedia di rumah hanya beberapa bungkus, tiap bulan, hanya untuk berjaga-jaga bila asisten rumah tangga atau anak-anak menginginkannya. 

Mi instan, tak lebih dari secuil pengobat rasa ingin, bukan kebutuhan utama keluarga kami. Bahkan bukan makanan andalan asisten rumah tangga di rumah kami, karena untuknya tersedia 'makanan layak' yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun