Mohon tunggu...
NIA
NIA Mohon Tunggu... Penulis - Finding place for ...

- Painting by the words

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tanda Cinta

23 Desember 2019   15:10 Diperbarui: 12 Januari 2022   08:36 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

\===/

"Laporan pemetaanmu sudah selesai, Sa?" tanya Nadia suatu malam saat kami berkumpul di ruang TV. Tepatnya, aku yang sedang menikmati acara TV, sedangkan kedua teman kosanku, Nadia dan Gita, sedang berkutat dengan laporan praktikum yang harus dikumpulkan besok sore. Aku mengangguk sebagai jawaban. Gita berseru terpukau. Aku tersenyum bangga.

"Rizaldy juga sudah selesai ngerjain laporannya?" tanya Nadia lagi. Aku bergumam mengiyakan, lalu menoleh ke arah Nadia yang seketika itu pula tersenyum penuh arti sembari menaikkan satu garis alisnya.

"Apa?" tantangku. Nadia suka sekali menggoda soal Rizaldy. Berulang kali dia mempertanyakan hal yang sama. Herannya, aku tidak bosan membalas setiap godaannya, justru setiap kali terlontar kalimat usilnya, bibirku terpancing untuk melengkungkan senyuman.

"Kenapa enggak jadian aja sih?" Pertanyaan andalan milik Nadia ikut terulang. Untuk tipe pertanyaan ini, aku hanya menggeleng kepala.

"Jadian aja dulu. Jalani saja dulu. Gimana nantinya, ya dibahas sambil lalu," saran Nadia.

"Buat apa jadian kalau sudah tahu akhirannya enggak akan bersatu. Seperti mengupas kulit buah belimbing, buang-buang waktu." Gita bersuara. Jarang sekali dia seperti itu. Biasanya dia lebih banyak diam dan menyimak percakapanku dengan Nadia.

"Perbedaan mereka bukan masalah yang mudah untuk dijadikan sama atau satu suara." Gita menoleh ke arah Nadia dan berkata, "Jadi, berhenti godain atau tanya-tanya ke Lisa tentang hal semacam itu."

Nadia mengulum bibir, bungkam. Hening. Tak satu pun dari kami yang bersuara lagi. Hanya suara TV yang terdengar demi menghapus sunyi.

 

Kuputuskan kembali ke kamar, meninggalkan Nadia dan Gita yang entah kapan akan selesai dengan pekerjaan. Aku merebahkan tubuh di ranjang seraya memeluk boneka hadiah ulang tahun dari Rizaldy. Aku belum mengantuk. Alasan kembali ke kamar juga bukan untuk tidur. Ucapan Gita terngiang di pikiranku. Kata-kata 'tidak bisa bersatu' membuatku sedih. Bagai pisau yang menyayat hati, kalimat yang diucapkan dengan ringan itu telah melukaiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun