Mohon tunggu...
Lukas Benevides
Lukas Benevides Mohon Tunggu... Dosen - Pengiat Filsafat

Saya, Lukas Benevides, lahir di Mantane pada 1990. Saya menamatkan Sarjana Filsafat dan Teologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Juni 2016. Pada Agustus 2017-Juni 2018 saya kembali mengambil Program Bakaloreat Teologi di Kampus yang sama. Sejak Januari 2019 saya mengajar di Pra-Novisiat Claret Kupang, NTT. Selain itu, saya aktif menulis di harian lokal seperti Pos Kupang, Victory News, dan Flores Pos

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kado Optimisme 2021

31 Desember 2020   17:57 Diperbarui: 31 Desember 2020   18:30 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kompetensi hukum putra Maluku ini tidak tertandingi di Indonesia. Ia sering tampil berbeda pendapat dengan mayoritas. Ia pernah mengkritik ahli hukum Universitas Indonesia secara terang-terangan melalui kolom opini harian Kompas. Ia pernah tampil membela Ahok sebagai saksi ahli dalam kasus penistaan agama 2017 ketika laskar FPI dan ribuan umat Muslim menuntut Ahok dipenjarakan.

Argumentasinya membela kemenangan kubu Jokowi-Maaruf di hadapan Mahkamah Konstitusi pada Pilpres 2019 melawan tim ahli kubu Prabowo-Sandi tidak dapat dibantah sedikitpun. Profesor Edi juga merupakan tim ahli Omnibus Law. "Track record" Edi sebagai ahli hukum memang tidak tergoyangkan di Indonesia hingga hari.

Maka, menarik Edi bergabung ke dalam Pemerintahan sebagai Wamenkumham, bahkan beliau yang ditunjuk untuk membaca SKB atas FPI meskipun Menkumham sendiri saat itu berada di tempat, adalah skenario untuk memukul FPI. Bila Profesor Edi yang bersuara, siapa yang berani melawan? Toh akhirnya hanya menuai kekalahan. Inilah momentum politik ketiga.

Pak De Sang Maestro

Tidak patah arang. Tidak juga kehilangan akal. Para laskar FPI langsung mendeklarasikan Front Persatuan Indonesia. Ormas ini didesain untuk menyilih pembubaran legal Pemerintah. Visi-misinya tetap sama: menjalankan visi-misi Front Pembela Islam.

Meskipun demikian, Front Persatuan Islam tidak otomatis diakui masyarakat dan Pemerintah. Apalagi, Ormas ini hanya mengganti baju. Jiwanya tetap lama. Dengan dalih Front Persatuan Islam adalah ormas yang merekonstruksi agenda Front Pembela Islam, ormas yang sudah dilarang, Pemerintah dapat menolak mengeluarkan SKT. 

Tentu saja Pemerintah memiliki ribuan cara. Pemerintahan di tangan Pak Jokowi memiliki strategi bermain yang tidak terprediksi. Di dalam dunia perang, orang menyebutnya "Perang Gerilya". Indonesia hingga hari ini diakui sebagai negara dengan strategi perang darat terbaik di dunia karena taktik gerilya. Asal-usul strategi perang ini adalah filosofi Jawa.

Filosofi Jawa menghasrati ketentraman, bukan kebenaran. Ketentraman dicapai dengan cara yang kalem, tidak revolusioner, tidak berkonfrontasi langsung. Cara kalem meluluhkan lawan tidak dengan "face to face", tetapi memutar-mutar sehingga bisa melawati pintu samping atau pintu belakang. Di dalam strategi perang gerilya, lawan dibunuh tidak dengan menembak langsung, tetapi menikam lewat belakang lawan.

Pola di atas sebenarnya melekat di dalam semua pendekatan rezim Jokowi. Lawan politik ditundukan tidak dengan represi langsung, tetapi dengan merangkul. Istilah merangkul adalah sebutan politis karena lewat merangkul, lawan menjadi teman. Rangkulan menghilangkan tembok-tembok permusuhan dan perlawanan.

Jokowi adalah anak budaya. Ia lahir di Surakarta, "the soul of Java". Cara filosofi Jawa memang terkenal ampuh merontokan lawan tanpa kekerasan fisik. Senjata yang ampuh memang yang tidak terlihat karena tidak dapat ditangkis.

Rusia, Amerika Serikat, dan Cina berlomba-lomba untuk memproduksi senjata jumbo nuklir hipersonik karena kecepatan terbang rudal ini 8-10 kali lipat kecepatan cahaya, tidak mengikuti jalur konvensional di atas awan yang mudah tertangkap laser anti-rudal. Rudal ini ampuh karena tidak terlihat kemampuan tembakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun