Mohon tunggu...
Lukas Benevides
Lukas Benevides Mohon Tunggu... Dosen - Pengiat Filsafat

Saya, Lukas Benevides, lahir di Mantane pada 1990. Saya menamatkan Sarjana Filsafat dan Teologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Juni 2016. Pada Agustus 2017-Juni 2018 saya kembali mengambil Program Bakaloreat Teologi di Kampus yang sama. Sejak Januari 2019 saya mengajar di Pra-Novisiat Claret Kupang, NTT. Selain itu, saya aktif menulis di harian lokal seperti Pos Kupang, Victory News, dan Flores Pos

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Tri Memanjakan

6 Juli 2020   21:44 Diperbarui: 6 Juli 2020   22:02 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kata 'memanjakan' di dalam tata Bahasa Indonesia biasanya memiliki dua corak makna: negatif dan positif. Memanjakan dipahami secara negatif karena kata ini tidak jarang diidentikan dengan karakter cengeng, childish, tidak tekun, pemalas, dan tidak tahan banting. Karena itu, kita menjumpai anak-anak yang sering dimanjakan orangtuanya dicap buruk dan diprediksi akan menjadi orang yang tidak produktif dan dewasa di masa depan.

Berbeda dengan sisi negatif di atas, sisi positif kata memanjakan lazim sekali diasosiasikan dengan ekspresi kasih sayang dan perhatian, misalnya, seorang suami terhadap istrinya karena alasan tertentu yang menuntut demikian. Seorang istri yang rentan sakit, wajar bila dimanjakan suaminya dengan larangan tidak banyak melakukan pekerjaan berat. Ekspresi hati semacam ini juga berlaku bagi relasi lain seperti guru-murid, mahasiswa-dosen, orangtua-anak.

Konsep memanjakan Jaringan Tri di dalam artikel pendek ini lebih condong mengacu ke sisi terang, positif. Meskipun kata ini hibrid dan paradoks, tulisan ini memasang teropong khusus untuk konotasi positifnya. Apa sih gaya memanjakan Jaringan Tri? Mengapa Jaringan Tri memanjakan?

Magis Tri Sakti

Dua kata dari subjudul di atas sangat popular di kalangan masyarakat Indonesia. Beberapa istilah ini bisa menimbulkan kesalahpahaman. Karena itu, saya akan menjelaskan domain makna penggunaan kata-kata ini.

Pertama, masyarakat Indonesia lahir dari rahim budaya religius dan mistik yang kuat. Hingga hari ini kita masih menjumpai di banyak daerah di Indonesia aroma mistik-kultural yang kental. Di dalam konteks seperti ini, kata magis lazim ditempelkan pada benda mati (artefak atau pusaka-pusaka peninggalan leluhur di setiap rumah adat seperti keris, pedang, batu keramat), benda hidup (pohon beringin, gunung, danau, batu besar) atau sosok tertentu yang dipandang keramat (paranormal, tua-tua adat, orang-orang yang mempraktekkan ritual laku tapa, sosok yang mengendalikan kekuatan kosmik untuk tujuannya, entah baik entah buruk).

Beberapa tahun terakhir, adjektif magis mengalami perluasan makna dan penggunaan. Kata magis sering dipakai di arena sepak bola. Misalnya Zinedine Zidane dikenal sebagai penyihir sepak bola yang memiliki daya magis di atas lapangan bola kaki. Ia mengubah dan mendikte permainan untuk memenangkan berbagai penghargaan selama menjadi pemain dan sekarang sebagai pelatih Real Madrid.

Kata magis juga sering disematkan pada tokoh-tokoh yang memiliki pengetahuan dan keterampilan "leadership and management" di dalam ruang politik, sosial, dan pendidikan. Sosok Soekarno lazim sekali disebut sebagai pemimpin yang memiliki magis untuk melululantahkan hati banyak orang yang berseberangan ide dan kepentingan dengan dirinya. Kemerdekaan Indonesia adalah bukti dan hasil magis seorang Soekarno.

Kata magis acapkali diasosiakan dengan adjektif imajinatif untuk para ilmuwan, sastrawan, dan seniman yang membanjiri dunia dengan karya-karyanya yang kreatif. Albert Einstein, Isaac Newton, Leonardo da Vinci, Michelangelo, Wolfgang Amadeus Mozart, dan Ludwig Van Beethoven adalah sederet nama yang sudah biasa menggema di telinga kita.

Istilah magis yang saya pakai di sini masih berada di dalam kelas yang sama dengan konteks di atas, tetapi dengan logika analogi. Secara gamblang, adjektif magis di dalam artikel ini mengimplikasikan daya imajinatif untuk menjawab kebutuhan masyarakat dan melampaui tantangan kontekstual. Seperti apa magis Jaringan Tri? Tunggu, jawabannya ada di bawah.

Kedua, terminologi "Tri Sakti" sengaja ditulis terpisah, dengan spasi antara Tri dan Sakti, untuk menghindari pelesetan menjadi 'Trisakti'. Kata Trisakti sangat membekas dalam memori warga Indonesia karena melekat pada Universitas Trisakti, salah satu lembaga perguruan tinggi yang memiliki pengaruh besar di dalam upaya kolektif bangsa Indonesia meraih era Reformasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun