Mohon tunggu...
Lukas Benevides
Lukas Benevides Mohon Tunggu... Dosen - Pengiat Filsafat

Saya, Lukas Benevides, lahir di Mantane pada 1990. Saya menamatkan Sarjana Filsafat dan Teologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Juni 2016. Pada Agustus 2017-Juni 2018 saya kembali mengambil Program Bakaloreat Teologi di Kampus yang sama. Sejak Januari 2019 saya mengajar di Pra-Novisiat Claret Kupang, NTT. Selain itu, saya aktif menulis di harian lokal seperti Pos Kupang, Victory News, dan Flores Pos

Selanjutnya

Tutup

Politik

Etika Komunikasi dan "Leadership" Seorang VBL

5 Juli 2020   09:34 Diperbarui: 5 Juli 2020   09:32 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini tidak bermaksud menilai personalitas seorang Viktor Bungtilu Laiskodat (selanjutnya ditulis VBL) untuk menghindari moralisme. Artikel pendek ini hanya berpretensi mengevaluasi gaya komunikasi dan pendekatan "leadership" VBL sebagai seorang pemimpin, seorang Gubernur Nusa Tenggara Timur.

Siapa yang tidak mengenal Pak Gubernur VBL? Soal provokatif semacam ini tentu mengimplikasikan popularitas VBL. VBL terkenal di dunia online (virtual) dan offline (real) dengan gaya komunikasi yang 'ceplas-ceplos', 'terus-terang dan kasar', dan pendekatan 'keras'. 

Gaya semacam ini mengingatkan kita atas pola komunikasi figur nasional, Pak Basuki Cahya Purnama, sewaktu masih aktif memimpin Jakarta sebagai gubernur. Gaya komunikasi mungkin sama, tetapi banyak orang membedakan kinerja. Pak Basuki memang sudah memiliki track record panjang dalam karir politik sehingga banyak hasil karyanya terbukti berkualitas dan terekam dalam memori publik.

Meskipun demikian, Pak VBL tidak kalah memantik kontroversi. Kita bisa berselancar di media daring seperti Youtube, Facebook, Instagram, harian lokal online dan cetak untuk mengecek dan menginventarisasi aksi-aksi kontroversialnya. Berapa banyak kata-kata dan aksinya yang memicu perdebatan bisa didaftar dan dikalkulasi sendiri. Data-data ini bisa dipakai untuk menakar "leadership" seorang VBL.

Kasus terbaru yang mengundang komentar publik adalah kedatangan Pak VBL ke wilayah Besipa'e, Desa Mio, Kecamatan Amanuban Selatan, TTS, yang disambut warga dengan demonstrasi, bahkan ibu-ibu mementaskan aksi protes simbolik bertelanjang dada sebagaimana dilaporkan media online VoxNtt (12/052020). Kasus ini juga tersebar di media online lain seperti diunggah di halaman Facebook Andry Manage dan di Whatsapp.

Wilayah Besipa'e direncanakan oleh Pemerintah Provinsi untuk dijadikan area Proyek Kelor dan Peternakan. Berdasarkan dialog Pak VBL, tujuan proyek ini pertama-tama dibaktikan untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Pak Gubernur bahkan menjanjikan untuk mengurus 'kehidupan' semua warga terkait yang mau kooperatif.

Yang menarik untuk diteropong adalah aksi akrobatik Pak VBL yang menuai gelengan kepala. Saling membalas kata dan 'saling-tunjuk' pada awal tatap muka sempat menaikan tensi. 

Pak VBL bahkan menaiki pagar yang memisahkan dirinya dan para warga yang berdemo. Ia langsung membawa mereka ke pondok dan menyampaikan maksud pemerintah. 

Dialog dengan warga masih di dalam nada yang 'kasar' dan tinggi. Namun, siapa yang bisa menyangka, aksi seorang VBL dengan gaya khasnya yang kasar dan frontal (khas Pak VBL, bukan khas Timor karena tidak semua orang Timor kasar) berhasil mendinginkan hati dan kepala warga. Para warga kemudian menerima maksud baik Pemerintah Provinsi untuk membangun proyek Kelor dan Perternakan.

Pak VBL secara kasat mata membuktikan bahwa konsensus tidak hanya dicapai lewat politik kompromistik dengan gaya mulut santun-serasi. Konsensus dapat dicapai bila tujuan dan caranya yang baik dapat dikomunikasikan dengan baik pada saat yang tepat. Mendatangi langsung lapangan dan berdialog dengan warga dengan ikhtiar baik untuk kesejahteraan warga adalah pendekatan leadership yang selaras dengan amanah zaman: berani, 'membaui' warga, dialogal, dan responsif (Bdk. Kouzes and Posner, 2002; Richard Kelly, 2019).

Di dalam etika, terdapat dua perdebatan pokok: apakah etika harus mengutamakan "the kinds of acts we should perform" yang digaungkan teori moral "conduct-based" (deontic) atau "the kinds of persons we should be" yang dipromosikan teori moral virtue (aretaic) (J. Simmons, 2008). Mana yang harus diprioritaskan adalah urusan debat panjang para filsuf yang belum mendapatkan titik temu. Yang penting di dalam tulisan ini adalah bahwa etika komunikasi berada di dalam kategori teori moral deontik: jenis tindakan menentukan siapa Anda.

Komunikasi politik adalah sebentuk tindakan karena mengandung kuasa untuk mempengaruhi serial tindakan menjadi kenyataan. Karena itu, komunikasi politik masuk di dalam radar analisis etika komunikasi. Ada tiga hal pokok di dalam etika komunikasi: konteks, sarana, dan tujuan. Suatu tindakan mendapatkan legitimasi etis bila memenuhi ketiga syarat tersebut. Tidak satupun boleh diabaikan. Ketiga item ini bila diterapkan pada pendekatan dialogis Pak VBL, tampak tidak ada cacat.

Konteksnya adalah perihal Pembangunan Proyek Kelor dan Peternakan di Desa Mio. Masyarakat setempat memprotes karena ketidakjelasan informasi perihal lahan yang masuk wilayah proyek, lahan pemerintah, dan lahan warga. Kekaburan informasi atau misinformasi ini biasanya disebabkan oleh ketidaktepatan sosialisasi, tersumbatnya kanal-kanal komunikasi pemerintah, kultural, dan sosial. Karena itu, sebagai sarananya Pak Gubernur langsung mendatangi warga setempat untuk bersoal-jawab. Meskipun dialog sempat "in tension", kesepakatan tetap tercapai dengan kondusif, tidak ada kekerasan fisik.

Berbicara kasar di dalam konteks kultural sopan-santun masyarakat NTT adalah sesuatu yang "permissible". Etika tidak terutama memperhatikan bungkusan luar, tetapi isi dalamnya. Intensi nurani seorang pemimpin untuk membangun warganya adalah takaran etis. Apalagi tujuannya sebagaimana diutarakan Pak Gubernur adalah untuk membangun kemaslahatan hidup masyarakat setempat.

Dengan demikian, bisa dikatakan, secara etis gaya komunikasi Pak VBL yang bertone tinggi tidak mendiskualifikasi pendekatannya yang etis. Konteks, sarana, dan tujuan Pak VBL dan Pemerintah Provinsi memenuhi substansi etis.

Tentu saja ada banyak hal yang bisa diteropong dari kasus demonstrasi warga Desa Mio ini. Misalnya, aksi berani ibu-ibu yang berlanjang dada patut diacungi jempol. Tindakan nekat ibu-ibu ini bukan tanpa kalkulasi. 

Mereka mempertaruhkan semuanya untuk tanah mereka, membela kepentingan semua warga yang terdampak. Mereka adalah representan ibu-ibu pemberani yang heroik di negeri ini. Namun, tulisan ini membatasi diri untuk menyoroti etika komunikasi dan "leadership" seorang VBL yang sering dicap tidak etis dan tidak efektif.

Kemampuan Pak VBL di dalam menangani tantangan warga Desa Mio di atas sekiranya masih memberi secuil harapan kalau gubernur kita di balik perawakannya yang 'garang', tidak kompromistis, masih memiliki hati untuk warga NTT. 

Kita boleh mengkritisi dan bahkan 'mencela' Pemerintah, terutama Pak VBL di dalam kepemimpinanya sebagai gubernur NTT tatkala kebijakannya tiak memihak rakyat. Namun, bila kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pak VBL menyasar kebutuhan warga NTT, kita patut mendukung sebagai warga NTT.

Tentu saja kasus di atas adalah pemantik awal. Dinamika sosial biasanya dapat berubah-ubah. Visi pribadi saja bisa berganti haluan, apalagi visi sosial. Di antara pernyataan dan kenyataan selalu terdapat gab. Sesuatu yang seharusnya tidak selalu menjadi sesuatu yang ada. Proses pelaksanaan dan hasil akhirnya, proyek pembangunan lahan Kelor dan Peternakan tersebut bisa saja mengalami distorsi. Kepentingan masyarakat malah ditinggalkan. Kita tidak ingin warga hanya memanen ampas ketidakadilan.

Karena itu, mari kita mengawal kasus dan realisasi proyek tersebut hingga selesai. Kontrol kritis segenap warga NTT sungguh vital untuk menjaga koridor tujuan baik Pemerintah Provinsi dan Pak VBL tetap berada di jalur yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun