Mohon tunggu...
AILA Indonesia
AILA Indonesia Mohon Tunggu... -

Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia adalah aliansi antar lembaga yang peduli pada upaya pengokohan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Judicial Review Direspon dengan Kebencian

30 Agustus 2016   10:46 Diperbarui: 30 Agustus 2016   11:04 3834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permohonan uji material terhadap sejumlah pasal kesusilaan dalam KUHP yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai moral, agama dan konstitusi di Indonesia, ternyata menuai kebencian. Hal ini terlihat dari sebuah akun Twitter milik pribadi yang menumpahkan kekesalannya secara bertubi-tubi saat dan sesudah sidang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (23/08) yang lalu.

Akun @kuchuls milik seseorang bernama Ursula Florene tidak tanggung-tanggung mencela para pendukung uji material. Dalam tweet-nya, akun ini mengatakan:

I scratched my hand because I’m too stressed by all these stupidities. I literally wanna punch everybody that shouted Allahuakbar.

Ekspresi kemarahan ini menuai keprihatinan. Rita Soebagio, salah seorang pemohon judicial review, tidak habis pikir mengapa ada yang memendam kebencian seperti itu. “Ini bukti bahwa ada individu-individu yang tidak suka terhadap simbol-simbol keagamaan tertentu,” ungkapnya.

Menurut Rita, kebencian terhadap takbir jelas tidak beralasan. “Dalam Islam, ungkapan kegembiraan dalam bentuk takbir, rasa syukur dengan ucapan tahmid dan sebagainya itu adalah hal yang biasa. Maka ketika ada individu yang menganggapnya secara tidak biasa, ini bisa disimpulkan sebagai sebuah sikap kebencian,” ujarnya lagi.

Ekspresi kebencian terhadap pendukung judicial review.
Ekspresi kebencian terhadap pendukung judicial review.
Anggota tim pemohon lainnya, Akmal Sjafril, mengungkapkan keheranannya. “Saya hadir di ruang sidang, rasanya tidak ada yang berteriak takbir. Di ruang sidang itu, kalau ada yang berisik saja pasti akan diingatkan oleh keamanan, bahkan bisa diusir. Tidak ada satu pun yang berteriak. Kalau sekedar bergumam pelan, saya rasa itu wajar saja, sekedar ekspresi hati seorang Muslim, dan tidak mengganggu yang lain. Mengapa harus direspon dengan kebencian?” tandasnya.

Akmal, yang juga aktif di media sosial yang sama, mengaku telah melihat profil akun tersebut. “Saya ingat, dalam profilnya, ia menyebut dirinya sebagai ‘journalist by day’. Jika jurnalis sudah dipenuhi kebencian sedemikian rupa, apa berita yang ditulisnya akan berimbang? Saya rasa fenomena ini memperjernih cara kita memahami media massa saat ini,” ungkap Kepala Sekolah Pemikiran Islam (SPI) ini.

Feizal Syahmenan, SH., MH., Ketua Tim Advokasi untuk Indonesia Beradab yang menjadi kuasa hukum dari tim pemohon, menyampaikan harapannya agar tidak ada pihak yang melakukan provokasi.

“Kita semua menginginkan Indonesia yang lebih beradab, sesuai Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, kami menempuh jalur hukum yang dibenarkan oleh hukum di negeri ini,” ujarnya singkat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun