Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengurai Benang Kusut Rekrutmen, Antara Ego User dan Prosedur Kaku HRD

13 Juni 2025   17:56 Diperbarui: 13 Juni 2025   17:56 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi karyawan sedang bekerja di kantor.(FREEPIK/TIRACHARDZ via KOMPAS.COM)

Di balik tiap proses rekrutmen alot, sering tersimpan drama. Pertarungan perspektif antara tim HR dan manajer pengguna (user). Sebuah pertanyaan mendasar yang selalu menggantung adalah. Siapa yang sebenarnya lebih tahu kebutuhan tim?

Dahi Kevin mengencang. Nama itu mengingatkan sesuatu. Jelas, memori yang tidak bikin happy. Ia menatap Nindy. Orang HR di depannya. Yang baru saja menolak kandidat pilihannya.

"Tim ini saya yang butuh, jadi saya yang paling tahu," ujar Kevin dengan nada tegas. Memecah keheningan ruang rapat.

Nindy terdiam sejenak. Ia kemudian menatap Kevin dengan tenang dan bertanya,

"Pak Kevin, apa Bapak masih ingat dengan Arya?"

---

Pertanyaan Nindy bukan sekadar gertakan. Di baliknya, ada kalkulasi kerugian yang sering luput. Konflik antara Manajer (user) dan HR dalam rekrutmen adalah tarik-ulur. Antara kebutuhan teknis spesifik. Dan standar perilaku korporat.

Riset modern menunjukkan. Bahwa biaya dari satu kali salah rekrut (bad hire). Dapat mencapai 30% dari gaji tahunan karyawan tersebut. Belum termasuk kerugian produktivitas dan penurunan moral tim.

Untuk mengatasi ini. Praktik rekrutmen kolaboratif jadi krusial. Pendekatan ini mengandalkan alat terstruktur. Seperti Hiring Scorecard (Kartu Skor Perekrutan). Untuk menyelaraskan ekspektasi.

Pertama, definisikan kompetensinya bersama. Baik kompetensi teknis maupun perilaku. Lalu, beri bobot pada tiap poinnya. Lakukan semua ini sebelum proses dimulai. Dengan begitu, pengambilan keputusan menjadi lebih objektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun