Di dunia digital, perubahan adalah satu-satunya keniscayaan. Namun, bagaimana jika perubahan itu mengancam fondasi dari cara kita ditemukan?
Ilman menatap layar laptopnya. Angka-angka di dasbor Google Analytics berwarna merah. Menunjuk ke bawah seperti anak panah yang menukik tajam.Â
Lima tahun, blog wisatanya tentang 'tempat wisata hidden gems di Indonesia'. Selalu menempati halaman pertama Google. Dia adalah master optimasi mesin pencari
Kini, semua terasa sunyi. Kunjungan situs telah anjlok empat puluh persen dalam tiga bulan terakhir. Punggungnya terasa dingin. Meski pendingin ruangan mati.Â
Ilman membuka tab baru. Jari-jarinya yang lincah mengetik kata kunci andalannya. 'Rekomendasi penginapan tenang di Kintamani'.
Matanya terpaku pada hasil pencarian. Di puncak halaman, sebuah kotak abu-abu besar mendominasi. Google AI memberikan jawaban ringkas dan langsung. Lengkap dengan poin-poin.Â
Informasi itu disarikan dari tiga situs berbeda. Tapi tak ada tautan yang menonjol ke situsnya.
Ilman menyandarkan punggungnya ke kursi. Jari-jarinya melayang di atas papan ketik. Membeku.Â
Mesin pencari yang telah membangun kariernya. Kini jadi dinding yang menghalangi pembaca menemukan karyanya. Sebuah pertanyaan dingin muncul di benaknya.
---