Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menjaga Ingatan Kolektif untuk Memperkuat Reformasi Bangsa

23 Mei 2025   20:00 Diperbarui: 22 Mei 2025   18:26 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mahasiswa melakukan aksi duduk di atap Gedung MPR/DPR saat reformasi 98. (Kompas/Eddy Hasby (ED)

Ketika sejarah mulai disunting dan suara rakyat dibungkam, masihkah kita ingat makna Reformasi?

Terkadang, bahaya yang paling besar bukan datang dari kekerasan fisik atau kudeta bersenjata, melainkan dari pelan-pelan hilangnya ingatan bersama. 

Hari ini, Indonesia menghadapi situasi genting yang tak selalu disadari. 

Demokrasi kita tidak sedang diruntuhkan secara frontal, melainkan didegradasi secara halus melalui inovasi otokratik. Cara-cara baru yang secara formal tampak demokratis, tetapi secara substansi memperkuat kekuasaan tanpa kontrol. 

Di tengah ancaman ini, ingatan kolektif terhadap Reformasi 1998 menjadi fondasi pertahanan paling penting yang kita miliki.

Artikel "Reformasi, Ingatan, dan Kolektivitas" (Kompas.id, 2025) mengungkap bagaimana kekuatan eksekutif terus menguat tanpa diimbangi oleh akuntabilitas, sementara narasi sejarah tentang Reformasi justru mengalami distorsi. 

Contoh paling nyata adalah munculnya kembali wacana pengusulan Soeharto sebagai pahlawan nasional. Sebuah langkah yang sudah dua kali ditolak publik pada 2010 dan 2015, namun kini dihidupkan kembali seolah tak ada beban sejarah (Kompas, 2025).

Pertanyaannya, mengapa narasi Reformasi begitu penting untuk dipertahankan? Karena seperti dijelaskan Maurice Halbwachs (1925), ingatan kolektif bukan sekadar kumpulan kenangan individu, melainkan konstruksi sosial yang dibentuk bersama dalam suatu kerangka sosial. 

Jika kerangka itu dirusak, melalui glorifikasi otoritarianisme, penyuntingan sejarah, dan pengabaian terhadap korban masa lalu. Maka masyarakat kehilangan acuan moral untuk menilai masa kini dan membayangkan masa depan.

Otokratisasi dan Kerusakan Kepercayaan

Kondisi politik hari ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman otokratisasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun