Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketika 158 Guru Besar FKUI Menggugat, Akankah Pemerintah Mendengar?

18 Mei 2025   13:00 Diperbarui: 18 Mei 2025   11:48 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ketimpangan kebijakan kesehatan antara teori dan praktik. (Dibuat oleh ChatGPT)

158 Guru Besar FKUI menggugat kebijakan kesehatan, menuntut pemerintah lebih peka pada suara akademisi.

Pada 16 Mei 2025, sebanyak 158 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menyuarakan kritik keras terhadap kebijakan kesehatan nasional yang dinilai semakin menjauh dari semangat kolaborasi dan pengambilan keputusan berbasis bukti. 

Kritik tersebut disampaikan secara resmi di Kampus FKUI Salemba, Jakarta, dengan menyoroti beberapa aspek krusial. 

Seperti tata kelola kolegium kedokteran, restrukturisasi departemen rumah sakit pendidikan, hingga mutasi staf medis yang dianggap tidak melibatkan akademisi secara optimal (KOMPAS.ID, 2025).

Pernyataan ini bukan sekadar kritik biasa, melainkan sebuah sinyal kuat bahwa pembuatan kebijakan kesehatan perlu didasari oleh Teori Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy) yang menekankan pentingnya data ilmiah dan hasil riset sebagai landasan pengambilan keputusan. 

Konsep ini sejatinya bukan hal baru. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menekankan bahwa kebijakan berbasis bukti ilmiah mampu meningkatkan efisiensi penanganan masalah kesehatan yang kompleks, seperti kasus stunting yang membutuhkan koordinasi lintas sektor (Antara News, 2025).

Sayangnya, di Indonesia, pelibatan akademisi dalam proses perumusan kebijakan kesehatan kadang diabaikan. 

Kritik yang disampaikan oleh para guru besar FKUI menggambarkan lemahnya kolaborasi antara pemerintah dan institusi pendidikan dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada mutu layanan kesehatan dan pendidikan kedokteran.

Akademisi sebagai Pilar Mutu Pendidikan dan Layanan Kesehatan

Di negara-negara maju, akademisi dan institusi pendidikan kesehatan menjadi pilar utama dalam perumusan kebijakan kesehatan. Mereka berperan sebagai pengawas mutu pendidikan kedokteran dan layanan kesehatan berbasis sains dan bukti ilmiah. 

Di Indonesia, Evidence-Based Health Policy Centre (EBHPC) di FKUI merupakan salah satu pusat riset yang berkomitmen mengintegrasikan hasil penelitian ke dalam rekomendasi kebijakan kesehatan yang lebih akurat dan informatif (IMERI FKUI, 2025).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun