Budaya kerja berlebihan di Asia menghambat keseimbangan kerja dan kehidupan, dengan tantangan budaya dan sosial.
Bagi banyak pekerja di Asia, keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi sering hanya jadi impian.Â
Di negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan China, budaya kerja yang menuntut jam kerja panjang sudah jadi norma. Bahkan ada istilah-istilah yang menggambarkan budaya ini.Â
Seperti karoshi di Jepang, dan sistem kerja 996 di China. Mengapa keseimbangan kerja dan kehidupan sangat sulit tercapai di Asia?
Budaya Kerja Berlebihan di Asia
Di Asia, bekerja berjam-jam melampaui waktu kerja yang normal sudah jadi budaya yang tertanam dalam masyarakat.Â
Di Jepang, fenomena "karoshi" yang merujuk pada kematian akibat bekerja berlebihan menunjukkan betapa seriusnya masalah ini.Â
Pekerja di Jepang sering merasa terpaksa untuk tetap bekerja lebih lama dari yang sebenarnya dibutuhkan. Demi menunjukkan dedikasi dan loyalitas mereka terhadap perusahaan.Â
Bahkan meski jam kerja telah selesai. Mereka tetap berada di kantor untuk menyelesaikan pekerjaan. Atau mengikuti perintah atasan yang mengharuskan mereka bekerja lebih lama.Â
Hal ini diperburuk dengan tekanan sosial yang kuat untuk menempatkan pekerjaan di atas kepentingan pribadi.
Tangerang Daily (2025) mengungkap bahwa budaya kerja berlebihan di Asia banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai kolektif dan hierarki sosial yang ada di masyarakat.Â