Nasi goreng jadi simbol rekonsiliasi Megawati dan Prabowo, mengatasi ketegangan politik dengan cara sederhana.
'Politik nasi goreng' melibatkan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto jelang Kongres PDIP. Awalnya kita menganggap sebagai cerita ringan. Yang bisa saja muncul karena kebetulan mereka berbicara tentang makanan.Â
Namun belakangan dari pendapat banyak pengamat yang mengasosiasikan nasi goreng sebagai simbol berbagai hal. Mengapa fenomena ini lebih dari sekadar anekdot semata?
Simbol Rekonsiliasi
Pada Penganugerahan Trisakti Tourism Award 2025, Megawati menceritakan kebiasaan Prabowo. Prabowo sering menanyakan kapan nasi goreng akan dibuatkan untuknya.Â
Meski cerita ini terkesan ringan, sebenarnya mengandung makna tersendiri. Terutama dalam konteks hubungan politik antara keduanya (Tempo, 2025).Â
Ketegangan politik antara Megawati dan Prabowo yang dimulai sejak Pilpres 2009 bisa diredakan. Hal itu terjadi melalui sesuatu yang sederhana, nasi goreng.Â
Bagi banyak orang makanan mungkin hanya hidangan biasa. Namun bagi keduanya, nasi goreng jadi simbol persatuan yang lebih relevan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa di dunia politik yang sering terpecah, simbol sederhana bisa membuka ruang dialog. Simbol ini dapat menciptakan komunikasi yang lebih manusiawi.Â
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Dahnil Anzar Simanjuntak, politik nasi goreng jadi simbol persatuan. Simbol ini penting bagi kebersamaan meski ada perbedaan ideologi (Suara Indo, 2025).Â
Nasi goreng mengingatkan kita bahwa politik tidak selalu diwarnai perpecahan. Politik bisa hadir dengan komunikasi yang mengutamakan keharmonisan.