Perubahan UU BUMN mengurangi kewenangan KPK, membuka potensi impunitas dan kerugian negara akibat korupsi.
Undang-Undang BUMN baru diberlakukan pada Februari 2025. Perubahan ini mengubah status direksi BUMN menjadi bukan penyelenggara negara.Â
Langkah ini bisa mengurangi kewenangan KPK dalam menangani korupsi di BUMN. Apakah ini langkah positif? Atau justru membuka celah impunitas dan kerugian negara?
Potensi Impunitas bagi Direksi BUMN
Sebelumnya, direksi BUMN adalah penyelenggara negara. Mereka wajib melaporkan LHKPN dan diawasi KPK.Â
Namun, Pasal 9G UU BUMN 2025 mengubah status mereka. Kini, mereka bukan lagi penyelenggara negara. Ini berarti, mereka tidak lagi diawasi langsung oleh KPK.
Apa dampaknya? KPK kehilangan kewenangan untuk menyelidiki kasus korupsi yang melibatkan direksi BUMN. Hal ini membuka celah hukum yang bisa dimanfaatkan pelaku korupsi.Â
Tanpa pengawasan langsung, pihak yang seharusnya diawasi kini bisa bebas dari pertanggungjawaban. Khususnya dalam hal korupsi yang melibatkan uang negara (Kompas, 2025).
Masalah ini juga berdampak praktis. KPK kini harus bekerja sama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung). Kejagung memiliki kapasitas terbatas dalam menangani korupsi besar.Â
Mereka harus menggunakan mekanisme rumit untuk membuktikan fraud. Hal ini memerlukan waktu dan sumber daya lebih banyak (Tempo, 2025).
Dampak pada Penegakan Hukum
Bagaimana respons pakar hukum dan pihak terkait?Â