Bank digital terus berupaya mengamankan data nasabah dengan teknologi canggih dan edukasi untuk melawan peretasan.
Penggunaan layanan perbankan digital kini tak bisa dihindari. Banyak orang beralih ke bank digital karena kemudahan akses dan efisiensinya.Â
Namun, muncul pertanyaan besar. Apa bank digital aman? Ancaman peretasan semakin canggih, bagaimana data dan uang kita tetap aman?
Sebagai pengguna, kita perlu memahami bagaimana bank digital melindungi data kita. Penting untuk tahu cara bank digital melawan ancaman peretasan menggunakan teknologi canggih.Â
Bagaimana mereka menjaga data nasabah tetap aman? Dan bagaimana kita bisa merasa lebih aman sebagai pengguna?
Ancaman Siber Canggih
Peretasan bank digital adalah ancaman yang nyata. Bank digital lebih rentan terhadap serangan siber. Serangan bisa datang dari mana saja.Â
Peretas sering didukung teknologi canggih dan kelompok terorganisir. Mereka membawa ancaman seperti pencurian data, pencurian identitas, dan penipuan finansial.
Dunia peretasan terus berkembang pesat. Peretas kini menggunakan alat dan metode canggih. Serangan siber terhadap perbankan meningkat tiap tahun.Â
Pada 2024, peretasan semakin sulit dideteksi. BRI terus memperkuat sistem mereka (Bri.co.id, 2024).
Meski tantangan besar, bank digital tidak menyerah. Mereka mulai mengadopsi strategi untuk meningkatkan keamanan. Keamanan data nasabah jadi prioritas utama. Data nasabah rentan diekspos jika tidak terlindungi.
Teknologi dan Mitigasi Risiko yang Proaktif
Enkripsi, MFA, AI, dan Zero Trust
Bank digital, seperti BRI, mengandalkan beberapa lapisan pertahanan kuat. Salah satunya adalah enkripsi data. Enkripsi memastikan data tetap aman meskipun disadap. Data yang dikirim antara server dan pengguna tidak terbaca pihak tak berwenang.
Bank digital menggunakan autentikasi multifaktor (MFA).Â
Pengguna perlu memberikan lebih dari satu bukti identitas. Setelah memasukkan kata sandi, mereka diminta kode verifikasi. Kode dapat dikirim via SMS atau aplikasi autentikasi. Langkah ini membuat akses lebih sulit bagi peretas.
Selain itu, kecerdasan buatan (AI) digunakan untuk mendeteksi ancaman secara real-time. AI dapat membaca pola transaksi mencurigakan dan memberi peringatan.Â
Zero Trust diterapkan oleh banyak bank digital, termasuk BRI. Sistem ini memastikan tidak ada perangkat atau pengguna yang dipercaya otomatis.
BRI juga memanfaatkan teknologi pemantauan canggih secara langsung. Mereka menggunakan pemantauan sistem untuk mendeteksi potensi ancaman lebih awal. Keamanan proaktif penting untuk melawan serangan siber.
Edukasi, Regulasi, dan Kolaborasi Lintas Sektor
Namun, teknologi saja tidak cukup. Edukasi juga sangat penting dalam membangun sistem keamanan siber. Nasabah harus diberi pemahaman tentang ancaman seperti phishing dan pencurian identitas.Â
BRI aktif mengedukasi nasabah tentang kejahatan siber yang sering terjadi.
Selain itu, regulasi yang ketat diperlukan untuk memastikan bank digital memenuhi standar internasional. Salah satunya adalah PCI DSS (Payment Card Industry Data Security Standard).Â
Standar ini memastikan data kartu kredit atau transaksi diproses dan disimpan dengan aman. Bank digital juga wajib mematuhi ISO 27001, standar untuk manajemen keamanan informasi.
Kolaborasi dengan perusahaan keamanan siber dan otoritas negara juga sangat penting. BRI bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk memastikan keamanan sistem mereka.Â
Kolaborasi lintas sektor ini menjaga sistem keamanan tetap berkembang dan selaras dengan ancaman yang ada.