Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menopause dalam Perspektif Sosiologi, Menghapus Stigma dan Membangun Dukungan

25 April 2025   18:00 Diperbarui: 25 April 2025   18:19 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wanita tua mengalami depresi. (Freepik via KOMPAS.COM)

Menopause bukanlah akhir, melainkan awal babak baru yang penuh makna, meski masih dibayangi stigma sosial.

Menopause sering kali dianggap sebagai akhir dari produktivitas perempuan, dengan banyak orang yang mengaitkannya dengan penuaan dan ketidaksuburan. 

Hal ini sering disembunyikan dan tidak dibicarakan. Padahal, dengan merubah pandangan, menopause sebenarnya bisa menjadi awal dari babak baru yang penuh makna dan kebebasan.

Beban Psikologis dan Sosial Perempuan Indonesia

Masyarakat sering memandang perempuan yang masuk menopause dengan stigma. Banyak yang merasa bahwa menopause adalah hal yang "memalukan". 

Di Indonesia, banyak perempuan yang menghindari pembicaraan tentang menopause. Mereka bahkan malu mencari informasi atau dukungan tentang perubahan fisik yang terjadi. Ini bukan hanya masalah biologis, tapi juga masalah sosial.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI (2022), pada 2025, sekitar 60 juta perempuan Indonesia akan mengalami menopause. Namun, banyak yang merasa menopause menandakan akhir dari segalanya. 

Berkurangnya kesuburan, hilangnya daya tarik fisik, dan isolasi sosial. Persepsi ini diperkuat oleh budaya patriarki yang menilai perempuan dari penampilan fisik dan kesuburan.

Penelitian Sulistyowati & Susilawati (2021) menunjukkan bahwa 73% perempuan menopause mengalami penurunan kualitas hidup sosial. 

Mereka merasa terisolasi, peran keluarga berubah, dan dukungan sosial kurang. Banyak yang merasa bahwa menopause berarti mereka tidak lagi "berguna" atau "produktif", yang jelas mengganggu kualitas hidup mereka.

Budaya Patriarki dan Minimnya Narasi Positif

Stigma menopause berkaitan erat dengan budaya yang kita anut. Di banyak masyarakat, perempuan dinilai dari penampilan dan kesuburannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun