Pendidikan Indonesia terus berubah, dengan kebijakan penjurusan SMA yang kembali diterapkan setelah pernah dihapus.
Rasanya seperti kembali ke titik awal. Itulah yang saya rasakan saat mendengar kabar sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA akan kembali diberlakukan mulai 2025/2026. Kebijakan ini baru saja dihapuskan pada 2024, tapi sekarang akan diterapkan lagi.
Dulu, penghapusan sistem penjurusan ini dilakukan lewat Kurikulum Merdeka. Tujuannya adalah memberi kebebasan bagi siswa memilih mata pelajaran sesuai minat mereka. Ini adalah langkah positif untuk pendidikan yang lebih sesuai dengan zaman.Â
Namun, setahun kemudian, pemerintah, lewat Kemendikbud, berencana mengembalikan sistem penjurusan. Alasannya untuk mendukung Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang menggantikan Ujian Nasional (UN).
Mendengar itu, saya bertanya, "Apakah kita akan terus terjebak dalam perubahan kebijakan yang tidak jelas tujuannya?" Kebijakan ini tidak hanya mempengaruhi pendidikan kita, tetapi juga masa depan anak-anak kita.Â
Pendidikan seharusnya menjadi jalan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, bukan hanya perubahan demi perubahan.
Penjurusan dari Orde Baru hingga Kini
Penjurusan di pendidikan Indonesia sudah ada sejak masa Orde Baru. Dulu, penjurusan IPA dan IPS dianggap penting untuk mempersiapkan siswa dengan pekerjaan yang spesifik. Sistem ini bertahan sampai era Reformasi.
Namun, saat pendidikan mulai berkembang, banyak yang merasa sistem ini terlalu kaku. Banyak orang berpendapat, pendidikan harus memberi ruang untuk siswa mengembangkan minat dan bakat mereka. Akhirnya, penjurusan mulai dikurangi dan dihapuskan dengan Kurikulum Merdeka pada 2024.
Ironisnya, sekarang penjurusan akan diberlakukan lagi. Kebijakan ini dibuat untuk mempersiapkan siswa menghadapi Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang menggantikan Ujian Nasional (UN).Â
Ini menunjukkan bahwa kita masih terjebak dalam siklus kebijakan yang tidak jelas tujuannya.