Mengapa setiap Lebaran premanisme THR selalu terulang? Pengusaha terjepit, bayar atau diintimidasi. Sampai kapan dibiarkan?
Lebaran di Indonesia identik dengan banyak hal. Mudik, opor ayam, dan tentu saja, THR.
Tapi ada hal lain yang selalu muncul, terutama untuk pengusaha. Ormas minta THR. Mintanya bukan minta biasa. Lebih mirip menagih, yang tak bisa ditolak.
Bayangkan kamu jadi seorang pemilik pabrik. Kamu baru saja selesai mengurus bonus untuk karyawannya.
Tiba-tiba datang sekelompok orang dengan surat permohonan THR. Mengatasnamakan ormas atau kelompok masyarakat setempat. Nada bicara mereka sopan. Tapi isinya jelas.
“Bantu kami THR, Pak.” Jika ditolak? Bisa ada konsekuensi.
Fenomena ini terjadi setiap tahun dan makin dibiarkan. Makin dianggap wajar.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berkali-kali menyoroti masalah ini. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menyebut praktik ini sebagai premanisme yang merugikan dunia usaha.
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, juga menegaskan bahwa THR untuk masyarakat harusnya bersifat sukarela dan bukan pemaksaan seperti ini (Bisnis.com).
Di Jakarta, ada kasus di mana ketua RW meminta THR dari pengusaha di wilayahnya. Nominalnya bukan ratusan ribu. Tapi jutaan rupiah per perusahaan.