Sahur lebih dari sekadar kenyang. Mindful eating membuatnya lebih tenang, sehat, dan penuh makna.
Alarm ponsel bergetar di meja, membangunkan saya dari tidur tiga jam. Saya meraba layar tanpa membuka mata, lalu mematikannya. Hening. Sebentar lagi alarm kedua pasti berbunyi. Mungkin juga yang ketiga.
Jam menunjukkan pukul 03.00 pagi. Dari dapur, suara peralatan dapur terdengar pelan. Istri saya sudah lebih dulu bangun untuk menyiapkan sahur.
Saya menarik napas dalam, lalu menyeret diri ke meja makan.
Di depan saya, sepiring nasi dengan telur dadar, tempe goreng, dan air putih. Tidak ada sup panas atau ayam bakar favorit saya. Tapi jam segini, siapa peduli soal menu?
Yang penting makan, agar kuat puasa sampai magrib. Begitulah cara saya berpikir. Sebelum satu kejadian kecil mengubah pandangan saya.
Rutinitas atau Kesadaran?
Selama bertahun-tahun, saya sahur dengan pola yang sama. Makan cepat, minum banyak, Subuhan, lalu tidur lagi. Kalau bisa, semua selesai dalam sejam.
Namun, Ramadan tahun lalu saya membaca artikel di Harvard Health Publishing tentang mindful eating, atau makan dengan penuh kesadaran.
Dr. Lilian Cheung, ahli nutrisi dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, menjelaskan konsep ini.
Dalam artikelnya, “Savoring Your Food: The Benefits of Mindful Eating” (2021), ia menulis bahwa mindful eating berarti menikmati makanan dengan penuh perhatian, tanpa terburu-buru atau gangguan.