Instruksi efisiensi anggaran dikeluarkan, tetapi pemotongan justru menekan rakyat sementara pejabat tetap menikmati fasilitas.
Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang menekankan efisiensi dalam penggunaan APBN dan APBD tahun anggaran 2025 (Peraturan BPK).Â
Namun, kebijakan ini tampak kontradiktif. Sementara anggaran kementerian-kementerian dipotong drastis, pengangkatan pejabat dan fasilitas mewah bagi pejabat tinggi tetap berjalan. Â
Ini bukan sekadar masalah teknis pengelolaan anggaran, tetapi juga soal kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah. Apakah efisiensi anggaran ini sungguh diterapkan demi kesejahteraan rakyat, atau hanya sekadar retorika politik? Â
Pemotongan Anggaran yang Kontraproduktif Â
Langkah efisiensi seharusnya mengarah pada penggunaan anggaran yang lebih efektif, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Beberapa kementerian mengalami pemangkasan drastis, bahkan hingga level yang mengancam pelayanan publik. Â
1. Infrastruktur: Janji Pembangunan vs. Realita Anggaran Â
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjadi salah satu korban utama kebijakan pemotongan ini.Â
Anggaran kementerian ini dipangkas lebih dari 70%, sebagaimana dilaporkan oleh Financial Times.Â
Ini bukan angka kecil. Akibatnya, sejumlah proyek infrastruktur terpaksa ditunda atau dibatalkan. Â
Proyek-proyek yang terkena dampak termasuk pembangunan jalan tol, bendungan, serta perbaikan infrastruktur di daerah tertinggal.Â
Padahal, proyek infrastruktur bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan mendukung pertumbuhan ekonomi.Â