Yang mengemukan adalah kecenderungan untuk mengedepankan kebencian dari perdamaian. Yang lain kerap dianggap sebagai ancaman dan bahaya. Ada fakta dimana kita tidak mau dan tidak mampu hidup berdampingan dengan damai antara satu agama dengan agama lainya.
Sehingga dalam hal ini, puasa sejatinya dapat menjadi momentum untuk mengigatkan kita tentang pentingnya perdamaian. Puasa merupakan salah satu bukti, persamaan dan titik temu merupakan sesuatu yang niscaya dalam setiap agama. Dalam beragama yang harus dicari adalah persamaan yang kian mendekatkan hati. Puasa merupakan salah satu ritual ke-agamaan yang di dalamnya termuat pesan perdamaian.
Apalagi puasa merupakan sekolah rohani paling efektif untuk meredam emosi dan amarah. Pada saat berpuasa, keinginan kita untuk merusak pasti akan teredam secara otomatis. Puasa mengajarkan kita untuk senantiasa menjaga lisan dan tangan dari tindakan destruktif. Artinya, puasa akan bermakna jika pesan tentang perdamaian mampu dijadikan prilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Puasa akan bermakna jika kecenderungan untuk menebarkan kebencian dapat ditinggalkan dan beralih untuk membangun pentingnya hidup berdampingan dengan cara yang damai. Imam Gozali mengatakan, poros utama tingkah laku manusia adalah hati. Karena itu, mengisi hati dengan pesan perdamaian akan menjadi modal baik untuk konteks keberagaman kita saat ini.
Demikian juga dengan ibadah puasa akan diuji sejauh mana kita mampu mengambil hikmah sebanyaknya untuk menebar perdamaian. Menurut Ibnu Khaldun, keberagaman yang baik adalah keberagaman yang membumi dan mampu beradaptasi dengan realitas kebudayaan dan peradaban.
Membangun peradaban yang di dalamnya mengukuhkan perdamaian merupakan misi utama yang sejatinya dapat tersosialisasi pada bulan Ramadhan ini. Selamat menjalankan ibadah puasa dengan penuh kedamaian. Wallahu alam bissawab.
Marhaban ya Ramadhan.Â
Bogor, 5 Juni 2016