Sebuah mobil memaksa masuk melewati pintu Mapolda Riau. Bahkan menabrakan mobilnya pada seorang polisi bernama Ipda Auzar hingga terluka parah dan meninggal dunia.
Dari dalam mobil keluar empat orang lelaki bawa pedang berusaha menyerang polisi2 yang ada di sana. Karuan polisi2 bertindak cepat dengan menembak mati penyerangnya tanpa ampun. Senjata kok mau dilawan pake pedang?
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasista melaporkan hasil identifikasi para penyerang. "Kelompok ini adalah kelompok Negara Islam Indonesia atau NII, yang afiliasi dengan ISIS Dumai," katanya kepada wartawan seakan menegaskan kalau penabrak polisi sampai mati itu adalah teroris yang beragama Islam dan hendak mendirikan negara Islam pake cara2 teror.
Apa dan bagaimana sebenarnya teroris penabrak polisi sampai mati itu tidak ada siapapun mengetahuinya. Begitu mereka mati langsung diamankan pihak kepolisian. Biasanya teroris meninggalkan KTP tapi kali ini tidak ada KTP selembarpun untuk menunjukkan siapa sesungguhnya orang di balik teroris: namanya, alamatnya dan tempat tgl lahirnya.
Siapapun tidak bisa melihat wajah teroris dan kondisinya karena tertutup topeng. Polisi tidak melarang siapapun mendekatinya dan memotretnya apalagi mengikuti sampai ke kamar jenazah. Hanya polisi yang berhak dan berwenang memberikan informasi apa dan bagaimana kejadiannya, apa dan bagaimana terorisnya. Pokoknya terima saja penjelasan polisi.
Berdasarkan informasi dari polisi itulah siapapun bisa menganalisa apa yang sebenarnya terjadi di balik teroris penabrak polisi hingga mati. Berusaha mencari kebenaran di balik kabut terorisme. Sebab yang ditabraknya adalah polisi sholeh yang biasa mengajarkan mengaji anak2. Lagi istrinya bercadar. Tidak banyak polisi sholeh yang istrinya bercadar terlebih di kalangan kepolisian. Pasalnya, wanita2 bercadar seringkali diidentifikasikan pihak kepolisian sebagai teroris atau istri teroris. Apakah polisi yang ditabrak mati oleh teroris adalah juga teroris yang menyamar menjadi polisi?
Penjelasan polisi tidak selalu benar. Bahkan Kapolri melakukan kesalahan fatal mengenai Dita yang diduga meledakkan bom bunuh diri di luar gedung gereja bersama istri dan empat anaknya di Surabaya. Menurut Kapolri bahwa Dita adalah pimpinan Jaringan Anshorut Daulah (JAD) bagian dari ISIS, baru balik dari Suriah dan ahli merakit bom.
Informasi Kapolri langsung mendapat bantahan bukan dari keluarga atau teman2 almarhum tapi dari jurnalis Australia bernama David Lipson. Dia menulis: "We spoke to this family, neighbours of the Surabaya church bombers today. They're in shock. And they dispute police claims the family recently returned from Syria. Say they've been living here, very visibly for years. So... home grown?"
Kapolri pun mengklarifikasi penjelasan sebelumnya dengan mengatakan bahwa Dita tidak pernah ke Suriah. Berarti penjelasan Kapolri lainnya adalah juga salah dan tidak benar kalau Dita pimpinan JAD dan ahli merakit bom.
Kesalahan Kapolri terbilang fatal. Pasalnya, informasi yang diterima Kapolri adalah hasil kerja intelijen polisi yang katanya profesional, modern dan terpercaya atau Promoter. Mestinya dan harusnya informasi A1. Tapi dalam kenyataannya salah alias informasi kw. Bawahan Kapolri telah mempermalukan Kapolrinya dengan memberikan informasi dan data palsu.
Begitu pula informasi teroris penabrak polisi sampai mati di Mapolda Riau dari pihak kepolisian patut diragukan kalau penabraknya adalah kelompok NII berafiliasi ISIS. Tidak ada tanda2 kalau mereka adalah Muslim2 misalnya melalui seruan takbir "Allahu Akbar" atau KTP bertulisan agama Islam. Pasalnya, mereka ke luar dari mobil langsung menyerang polisi2 pake pedang lalu mati kena tembak polisi yang diserangnya.