Mohon tunggu...
Taufik Ahsan
Taufik Ahsan Mohon Tunggu... Guru - Profesi mengajar

Hobi suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenal Diri: Sebuah Perjalanan untuk Menyadari Keunikan dan Pengaruh yang Membentuk Kita

16 November 2024   17:02 Diperbarui: 16 November 2024   17:43 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setiap individu yang kita kenal adalah campuran psikologis, genetis, dan budaya yang unik. Bahkan di antara kembar identik, tidak ada dua orang yang sepenuhnya sama. Kita semua, kamu, saya, dan setiap orang di sekitar kita, adalah hasil dari berbagai unsur dan pengalaman yang membentuk kita. Seiring berjalannya waktu, kita tumbuh menjadi seperti tas dengan kode rahasia, yang bahkan kita sendiri tidak tahu bagaimana membukanya dan melihat isinya.

Namun, masalahnya bukanlah keberagaman kepribadian manusia, melainkan kegagalan kita dalam menemukan keunikan diri dan alasan di balik perbedaan tersebut. Kita sering kali merasa bahwa pandangan kita adalah satu-satunya kebenaran yang benar, dan kita menjadi yakin bahwa apa yang telah kita capai adalah hasil dari pemikiran mendalam yang belum pernah dicapai oleh orang lain. Kita berpikir bahwa pemahaman kita adalah yang paling tepat, dan orang lain seharusnya mengikuti cara pandang kita.

Padahal, semua pandangan dan keputusan yang kita anggap benar adalah hasil dari pengaruh-pengaruh yang mendalam dan tidak disadari. Kita jarang berpikir bahwa pemikiran kita mungkin terdistorsi oleh warisan budaya, norma yang berlaku, serta pengalaman pribadi yang membentuk pola pikir kita. Keputusan yang kita buat seringkali bukan sepenuhnya milik kita, melainkan hasil dari pengaruh-pengaruh tersebut.

Untuk itu, langkah pertama yang harus kita ambil adalah mengakui bahwa kita telah terpengaruh oleh berbagai faktor yang lebih besar dari diri kita sendiri. Kita perlu keluar dari tempurung masa lalu, kebiasaan, dan segala sesuatu yang selama ini kita anggap sebagai kebenaran. Kita perlu menyadari bahwa kita adalah produk dari kondisi sosial, budaya, dan psikologis yang jauh lebih kompleks daripada yang kita bayangkan.

Hanya dengan menyadari hal ini, kita bisa mulai melihat lebih jernih. Fokus kita tidak lagi akan terpaku pada membela pandangan kita, melainkan pada bagaimana kita bisa mengembangkan diri dan menjadi lebih baik. Proses ini mengajak kita untuk berhenti bertanya "mengapa kita melakukan hal ini?" dan mulai bertanya "bagaimana kita bisa menjadi lebih baik, lebih bijak, dan lebih terbuka terhadap berbagai kemungkinan?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun