Mohon tunggu...
Ahonk bae
Ahonk bae Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Untuk Perdaban

Membaca, Bertanya & Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahtsul Masail Upaya Kontekstualisasi Kitab Kuning

24 Februari 2021   21:13 Diperbarui: 24 Februari 2021   21:30 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana diskusi pesantren (Bahtsul Masail) | dokpri

Ketika itu pada tahun 2019M, di hadapan ratusan mahasantri (Ma'had Aly) se-Indonesia sedang menyelenggarakan sebuah acara "Bahtsul Masail Nasional I di Pesantren Al-Rifa'i, Malang, K.H (HRC) Husein Muhammad diminta bicara mengenai "Kontekstualisasi Kitab Kuning". Dan yang beliau sampaikan antara lain:

"Perubahan adalah niscaya. Tak ada seorangpun bisa menghentikannya. Diam akan ditinggalkan lalu mati. Jika kita masih ingin menjadikan kitab2 turats/kuning sebagai acuan, maka kita perlu membaca dengan kritis apakah diktum-diktum hukum yang tertulis di dalamnya masih relevan (maslahah) dan berkeadilan atau sudah tidak lagi. Jika tidak, maka kontekstualisasi atasnya harus dilakukan. Sebab kemaslahatan dan keadilan itu tujuan hukum."

Senada dengan yang di utarakan oleh Khalid Abu al-Fadl, seorang pemikir muslim progresif ini mengatakan: "Menilai apakah suatu hukum telah benar-benar memenuhi tujuan-tujuan normatifnya adalah termasuk masalah yang bersifat rasional dan empiris, bukan masalah yang terkait dengan kebenaran skriptural." Point of View atas pandangan ini agaknya ingin mengatakan bahwa realitas sosial adalah sesuatu yang nyata dan bersifat pasti, sementara teks adalah sebuah hipotesis serta memungkinkan untuk dianalisis oleh akal pikiran.

Oleh karenanya mempertahankan pembacaan tekstual untuk seluruh ruang sosial dan seluruh zaman akan bisa menjadikan teks tersebut gagal memenuhi tujuan-tujuan moralnya. Konservatisme dengan begitu tidak selalu memecahkan masalah. Lebih jauh adalah sangat mungkin bahwa konservatisme yang bersifat tekstual tersebut bisa berimplikasi pada teks-teks tersebut teralienasi dari proses perubahan zaman.

Sehingga kemudian dalam memahami suatu teks-teks yang hanya dengan memperhatikan makna literalnya tanpa memperhatikan tujuan-tujuan agama hanya akan menghasilkan pemahaman agama yang kering, dangkal dan sangat mungkin serta tidak relevan dengan kehidupan yang berjalan dan dengan begitu tidak membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas. Hal ini hanya dapat dihindari melalui pembacaan teks secara kontekstual, dan tidak semata-mata pendekatan inter-tekstualitas.

Kemudian beliau juga menyampaikan kutipan dari pandangan Imam al-Qrafi :

"Manakala ada tradisi baru ambillah. Manakala tradisi lama sudah tidak relevan, abaikanlah. Jangan terpaku terus pada apa yang tertulis dalam kitab-kitab selama-lamanya."

Pada waktu itu begitu banyak pernyataan-pertanyaan serta pendapat-pendapat yang beliau tidak disepakati dari sebagian besar peserta. Seperti halnya mengani kepemimpinan perempuan di ruang domestik maupun publik. Akantetapi perdebatan berlangsung seru. Semuanya mengajukan argumen tekstual dari kitab-kitab kuning. Bisa dikatakan Fantastis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun