Mohon tunggu...
Ahonk bae
Ahonk bae Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Untuk Perdaban

Membaca, Bertanya & Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kritik Syeikh Bahauddin Walad Kepada Penguasa Kala Itu

11 Februari 2021   01:22 Diperbarui: 11 Februari 2021   02:20 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kala itu situasi sosial politik di Balkh, Afganistan, tidak aman. Hal ini di akibatkan oleh serbuan tentara Mongol, maka Syekh Bahauddin Walad, ayah maulana Jalaluddin Rumi harus migrasi ke wilayah lain. Bersama keluarga dan para pengikutnya beliau berangkat menuju Baghdad untuk selanjutnya ke Konya. Anatolia. Turki.

Pada sesampainya di Nisapur, Iran, syekh Baha di pertemukan dengan seorang penyair dan sufi besar, Fariduddin Attar. Sehingga pada perbincangan yang hangat antar kedua sufi paling terkemuka pada masanya itu, syekh Attar memandangi putra syekh Baha, Jalaluddin Rumi yang saat itu beliau berusia 8 tahun. Lalu mengatakan kepada syekh Baha :

"Anakmu ini akan segera menyalakan api yang menghanguskan dunia".

Point of view dari apa yang dimaksud oleh penyair besar itu ialah bahwa maulana Rumi kelak akan menjadi tokoh spiritual besar. Ia di personifikasikan bagai api  yang menyala dan membakar kotoran dunia. Ramalan syekh Attar itu beberapa tahun kemudian terbukti.

Pada saat Syekh Baha hendak tiba di Baghdad, Khalifah mendengar kedatangan Syekh Bahauddin Walad di pusat pemerintahan dinasti Abasiyah itu ia meminta Suhrawardi mengundang Syekh Baha ke istananya yang megah dan berharap bisa menginap di sana. Suhrawardi pun menjemputnya dan menyampaikan keinginan sang khalifah. Akan tetapi Syeikh Baha menolak dan meminta Sufi Suhrawardi menunjukkan Madrasah. "Tempatku bukan di istana, tapi di Madrasah", tuturnya.

Dan yang dimaksud Madrasah disini adalah zawiyah, khanaqah, padepokan sufi atau semacam pondok pesantren.

Kemudian sang khalifah memahaminya dan segera mengirimi hadiah puluhan kuda, perhiasan emas dan perak untuk Syeikh Bahauddin Walad. Syeikh Baha menjawab: "Bersyukurlah kita kepada Allah karena kita diberikan nikmat sehat.  Orang sehat tak patut menerima derma. Menerima derma ini akan menghalangi kita untuk beribadah kepada Allah. Tidak ada yang bisa membuat Allah berubah "pikiran" atau mencegah-Nya untuk mewujudkan kehendak-Nya".

Katanya lagi : "Orang yang menghamburkan kekayaan dan bersukacita dalam kemewahan ketika begitu banyak rakyatnya hidup dalam penderitaan, kemiskinan dan kepapaan, tak patut ditemui." Dan hal ini menjadi sebuah kritik tajam syekh Baha kepada kekuasaan kala itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun