Mohon tunggu...
Agung Dwi
Agung Dwi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

pengagum liberalisme, dan pecinta fiksi misteri.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

“Mengadaptasi” Serial TV Luar Negeri untuk Indonesia, Mengapa Tidak?!

17 Februari 2016   09:50 Diperbarui: 17 Februari 2016   19:26 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tulisan ini sebenarnya sudah saya rencanakan sejak lama, lebih lama daripada episode pertama sinetron (baca: serial tv) Tukang Siomay Naik-Naik Ke Puncak Gunung. Disamping kegalauan berlebihan saya mengenai batu jenis apakah yang digunakan pattrick star sebagai rumah dalam serial animasi Spongebob Squarepants, tapi juga kapan season 4 serial Sherlock yang tayang di BBC dirilis-lah yang mendorong terlahirnya tulisan ini. Muter-muter? Percayalah, ini imbas dari pusingnya menulis bab 4 skripsi saya yang membahas kampanye presiden lalu. Lho kok?

Seperti halnya menulis skripsi yang perlu membatasi pengertian dalam judul (kok skripsi lagi?!), akan saya batasi juga judul absurd yang saya pakai. Adaptasi disini saya batasi sebagai adaptasi berlisensi yang sebenarnya saya juga gak ngerti bagaimana prosedurnya, maupun “terinspirasi”. Jangan diartikan sebagai proses menjiplak, seperti yang konon sebagian sangat kecil serial-serial domestik lakukan *ups. Serial TV luar negeri saya pakai untuk mewakili television series yang kebetulan saya kenal bergenre crime, thriller, sci-fi, horror, dan fantasy . Subyektif? Mohon maafkanlah. Untuk Indonesia disini saya maksudkan untuk ditayangkan di televisi Indonesia, baik  TV berbayar alias langganan maupun tidak.

Apakah anda seorang penggemar serial khas prime time saluran TV lokal yang semakin tak jelas juntrungannya itu? Saya mohon maaf sebelumnya jika tulisan saya akan menganakharamkan tayangan tersebut, karena menganaktirikan sudah terlalu mainstream. Mungkin akan ada yang menganggap saya lebay karena membandingkan serial 9 Manusia Badak dengan Falling Skies, padahal sama-sama ada makhluk-makhluknya lho. Atau membandingkan serial anak SMA dengan Breaking Bad-nya AMC, kan sama-sama ada unsur sekolahnya. Cocoklogi detected. Tapi jika tidak dibandingkan dengan yang lebih baik, sampai kapanpun tidak akan ada aba-aba ‘maju jalan!’.

Saya berhasil menghimpun beberapa poin alasan mengapa kualitas serial tv Indonesia terkesan jalan ditempat, (tanpa) berdasarkan pengamatan. Pertama, tidak kreatif dan latah. Cukuplah mpok Atik saja yang khas dengan latahnya, untuk urusan serial antar stasiun jangan sampai. TV A menayangkan serial Manusia Kuda, selang beberapa minggu TV B merilis Manusia Tapir, TV C dengan Manusia Anoa, begitu seterusnya. helow, tema serial tidak harus melulu itu-itu aja kan, kalau gak tentang cinta anak SMA ya tentang konflik keluarga. Ambil contoh serial AMC yang lumayan heboh berjudul The Walking Dead, temanya tentang survive, bertahan hidup, di dalamnya juga ada cerita cinta kok. Baguslah sekarang ada salah satu serial yang bertema serupa ditangkan oleh Net, konon ceritanya segaris dengan serial Lost yakni tentang bertahan hidup selepas kecelakaan pesawat, maklum, saya malah tidak mengikuti. hehe.

Kedua, penggunaan judul. Semakin lama serial mengudara, kadang korelasi antara judul dan jalan cerita seperti mencari hubungan antara novel Da Vinci Code-nya Dan Brown dengan rokok kretek yang nemplok di telinga mbah Sudar, tetangga saya. Contoh terdekatnya, kembali lagi menyebut Tukang Batagor Naik Kuda, yang (lagi-lagi) konon judul dengan jalan ceritanya sudah naudzubillah jauhnya. Tengoklah serial berjudul Revenge yang dulu tayang di saluran ABC, bisa ditebak ceritanya adalah tentang balas dendam, dari episode 1 (pilot) sampai tamat ya ceritanya konsisten tentang balas dendam.

Ketiga dan Keempat, kualitas naskah dan alur cerita yang tidak jelas.  Mungkin karena kejar tayang  jadi naskahnya dibikin ala mahasiswa, kebut semalam, hasilnya ya predictable alias mudah ditebak, cuma dipanjang-panjangin aja, yang sebenarnya konflik nggak gede-gede amat, dibuat jadi seolah menyangkut stabilitas keamanan nasional. Judul serialnya Putra Yang Dibarter, lha kok setelah sekian episode ceritanya kayak bundaran HI pas banjir, ada unjuk rasa, rombongan presiden Amerika lewat, plus razia lalu lintas. Ruwet. Puncak dari alur sebuah cerita adalah klimaks konflik yang ada didalamnya, itu jelas. Tapi bagaimana cara menggiring penonton menuju puncak gunung konflik juga penting dong. Bergurulah ke Person Of Interest yang tayang di CBS jika itu soal membuat ending tiap episodenya tidak bisa ditebak. Alur cerita yang rumit merupakan hal yang bagus untuk cerita (setidaknya bagi saya), namun mengkonversikan ke bahasa gambar tanpa membuat penontonnya pusing muntah-muntah adalah hal yang sulit. Simak bagaimana Game Of Thrones­­-nya HBO mampu menjelaskan konflik-konflik rumit yang ada didalamnya melalui bahasa gambar dengan baik.

Nomor Anu, durasi tayang yang berlebihan, dan hampir setiap hari pula. Ini jadwal tayang serial apa jadwal chatting sama gebetan sih. Keempatsetengah, ending. Saya curiga jangan-jangan serial yang beredar di TV lokal sekarang ini sengaja dibuat tanpa ending. Ke-sekian, ujung dari poin-poin sebelumnya, jelas tak jauh-jauh dari soal uang hasil iklan. Demi pendapatan yang melimpah, tayang 2 jam setiap hari mah oke aja, kualitas urusan nomor sekian. Premis pertama tadi tidak bisa disalahkan juga sih, namanya juga cari uang. Tapi kan, ah sudahlah. Tentang durasi tayang mungkin ada kaitannya dengan bagaimana mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, mungkin. Serial TV luar negeri mempunyai jumlah episode dan durasi yang jelas dan dikemas untuk setiap season. Pada umumnya serial luar negeri berdurasi kurang lebih 45 menit tiap episode -walaupun ada juga yang berdurasi 50 hingga 60 menit- dan tayang seminggu sekali, kualitas cerita terjaga, sisi komersial sejahtera, kesehatan kru aman. lol.

Bisa saja yang jadi permasalahan adalah modal, saya percaya kok sumber daya manusia di Indonesia sangat mumpuni untuk sekedar membuat ide cerita yang mantap, bisa diterima, dan diwujudkan dalam bentuk serial tv yang bermutu tinggi dari sisi kualitas cerita. Beberapa serial luar negeri di atas menggunakan kostum aduhai, efek-efek canggih, yang saya sendiri gak ngerti, dan lagi-lagi saya percaya sineas Indonesia mampu membuatnya jika tidak terbentur biaya, bukan sekelas naga-naga dan elang-elang absurd yang itu tuh. Percayalah, selalu ada satu golongan masyarakat yang mendambakan hadirnya  tontonan di televisi yang berkualitas, yang bisa dibanggakan karena ini lho serial TV Indonesia.

 

Salam bahagia ala din dan ala bama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun