Mohon tunggu...
Agung Dwi
Agung Dwi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

pengagum liberalisme, dan pecinta fiksi misteri.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Karnaval Budaya Nyongkolan “Sasak Day” Lombok di area Malioboro

20 April 2013   17:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:53 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1366453844150602184

Sore ini saya berjalan-jalan di kawasan Malioboro, Yogyakarta, sekedar mencari angin dan menikmati suasana khas area malioboro. Kebetulan pada saat yang bersamaan ada iring-iringan orang berpakaian tradisional berjalan seperti membentuk suatu formasi. Tak ayal perhatian saya teralihkan oleh iring-iringan tersebut, apalagi “pimpinan” barisan itu adalah dua orang berkostum cabe dan lebah, semakin membuncah juga rasa penasaran saya, acara apa yang sedang berlangsung. Sembari sedikit mengabadikan momen tersebut melalui kamera handphone, saya memperhatikan setiap orang yang berjalan melewati tempat saya berdiri.

Sampai ada seorang pemuda, mungkin seumuran saya, menyodorkan sebuah selebaran, setelah sedikit membaca apa yang ada di selebaran tersebut barulah saya tahu, sedang ada peringatan “sasak day” dengan demonstrasi budaya Nyongkolan, budaya khas Lombok. Teringat pada sosok “pemimpin” barisan berkostum cabe dan lebah tadi, mungkin maksudnya adalah “cabe” yang dalam bahasa jawa adalah “Lombok”, dan lebah mewakili madu Sumbawa yang terkenal, mungkin.

Selanjutnya saya mengutip dari selebaran yang disodorkan pemuda tadi, dipadukan dengan tulisan dari beberapa sumber, berikut uraian singkat budaya Nyongkolan.

Nyongkolan merupakan salah satu bagian dalam prosesi pernikahan adat Suku Sasak (Lombok) yang tujuannya adalah mensosialisasikan pasangan pengantin kepada masyarakat bahwa pasangan tersebut memang benar telah menikah, telah menjadi sepasang suami istri. Prosesi Nyongkolan ini dilakukan setelah dilaksanakannya prosesi yang disebut Sorong Serah Aji Krama, yang merupakan prosesi terpenting dari seluruh rangkaian adat perkawinan suku Sasak. Prosesi ini dapat dipersamakan dengan "sidang majelis adat".

Di dalam sidang majelis adat, diperbincangkan pula mengenai sanksi dan denda adat yang mungkin timbul akibat adanya pelanggaran di dalam seluruh rangkaian prosesi sebelumnya. Apabila terdapat denda maka pada saat itulah harus dibayarkan. Dari sudut pandang adat Sasak, Sorong Serah merupakan peng-absah-an suatu perkawinan, agar para pengantin memperoleh hak-haknya secara adat.

Sebagian peserta dalam prosesi ini (Nyongkolan) biasanya membawa beberapa benda seperti hasil kebun, sayuran maupun buah-buahan yang akan bibagikan pada kerabat dan tetangga mempelai perempuan nantinya. Pada kalangan bangsawan urutan baris iring-iringan dan benda yang dibawanya memiliki aturan tertentu.

Hingga saat ini Nyongkolan masih tetap dapat ditemui di Lombok, iring-iringan yang menarik masyarakat untuk menonton karena suara gendangnya ini biasanya diadakan selepas dhuhur di akhir pekan. apabila anda melakukan perjalanan antar kota di Lombok, maka bersiaplah untuk menghadapi kemacetan insidental akibat Nyongkolan yang dapat anda temui sepanjang jalan, apabila di kahir pekan tersebut banyak digelar pernikahan.

Line up atau urutan barisan yang biasanya dipakai dalam Nyongkolan dipimpin oleh sebaris Pemucuk, lalu dibelakangnya ada Penglingsir dan Pawongan, lalu para pembawa Karas ((besek besar berisi apa yang disukai pengantin), dibelakangnya lagi ada sang Pengantin Perempuan diapit oleh Pembawa Tombak dengan Pembawa Payung di belakangya. Lalu ada serombongan Pawestri (perempuan) di belakangnya, dilanjutkan oleh Kesenian Tawaq-Tawaq dan Pengantin Pria diapit para Pembawa Tombak, tak lupa si Pembawa Payung. Di belakang sang Pengantin Pria ada Pengerebeng, dan ditutup Kesenian Gendang Belek.

Saya memang bukan orang asli Jogja, apalagi Lombok. Namun saya selalu tertarik dengan budaya suatu daerah di Indonesia, seperti yang saya temui di area Malioboro tadi.

“Tebarkan Pesan DAMAI di Jogja melalui Budaya Sasak”.

sumber lain: wikipedia, blog

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun