Mohon tunggu...
Ahmad Wicaksono
Ahmad Wicaksono Mohon Tunggu... Pustakawan - Peduli NKRI

Diawali dengan bismilah...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Politik Luar Negeri Negara Indonesia "Bebas dan Aktif" Bersifat Dinamis dalam Menghadapi Isu Palestina

7 Oktober 2020   07:46 Diperbarui: 7 Oktober 2020   07:57 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Perjanjian damai antara Israel-United Arab Emirates (UAE) dan Israel-Bahrain telah mengundang kontroversi di dunia internasional. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu) menegaskan bahwa perjanjian tersebut tidak akan mengubah posisi Indonesia terhadap Palestina.

Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah mengatakan Republik Indonesia akan terus membela hak rakyat Palestina, dan penyelesaian masalah Palestina harus didasarkan pada hukum internasional yang telah disepakati oleh dunia internasional. Namun, Faizasyah tidak menyadari bahwa pernyataannya sangat terpaku pada diplomasi identitas yang tidak mencerminkan sikap yang jelas dan tegas tentang isu palestina.

Indonesia adalah negara non-blok dan kebijakan luar negeri kita juga sifatnya sangat dinamis. Upaya dukungan diplomatik Indonesia terhadap Palestina jangan diartikan sebagai penolakan terhadap hubungan diplomatik dengan Israel karena sejak awal negara Indonesia sudah setuju dengan 'two-state solution'. Kemlu sebagai lembaga pelaksana kebijakan bebas dan aktif seharusnya mengedepankan seni diplomasi para diplomatnya demi mencapai 'two-state solution' untuk menyelesaian isu Palestina secara damai.

Kita semua perlu menyadari bahwa Kemlu sampai saat ini belum memiliki strategi diplomasi yang jelas untuk menyelesaikan masalah Palestina karena sering mengandalkan amanat konstitusi. Kemlu memang sudah menegaskan bahwa "Palestina adalah satu-satunya negara peserta Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 yang hingga kini belum merdeka." Namun, strategi diplomasi Kemlu secara umum tidak berubah seiring dengan perubahan situasi geopolitik di Arab, dan tertinggal oleh negara-negara Arab yang menormalisasi hubungan dengan Israel terkait tuntutan penyelesaian isu Palestina.

Kebijakan Polugri Indonesia telah terjebak pada frasa tertentu di konstitusi yang berbunyi, "kemerdekaan ialah hak segala bangsa", tanpa melihat cara-cara konkret untuk memerdekakan Palestina. Jika Kemlu memang memegang frasa ini untuk dijadikan strategi diplomasi, maka Kemlu juga harus mengupayakan kemerdekaan bagi negara-negara selain Palestina yang belum merdeka, seperti Somaliland, Kurdistan, dan Kabylia. Sehingga, Kemlu harus menghindari strategi diplomasi yang berbasis sentimen kelompok tertentu dan lebih memprioritaskan hal-hal yang memang seharusnya menjadi kepentingan nasional.

Di samping itu, kita juga harus mengamati permainan geopolitik secara global untuk memahami kenapa UAE dan Bahrain menyetujui perjanjian normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Amerika Serikat (AS) sangat berperan dalam peristiwa ini karena negara adidaya tersebut adalah penengah atau mediator dalam tercapainya kesepakatan normalisasi hubungan. Semua hal ini menjadikan UAE dan Bahrain negara ketiga dan keempat yang menomalisasi hubungan dengan Israel setelah Mesir dan Yordania.

Timur Tengah sudah lama menjadi fokus AS karena pemerintahannya berturut-turut mengejar serangkaian tujuan yang saling terkait termasuk mengamankan sumber daya energi vital, memastikan kelangsungan hidup dan keamanan Israel dan sekutu Arab, mempromosikan demokrasi, mencegah pengaruh Iran, mengurangi arus pengungsi, dan melawan terorisme. AS juga telah berusaha untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina dengan mendukung 'two-state solution' yang bertujuan untuk menyeimbangkan dukungannya untuk Israel dan mendorong stabilitas regional yang lebih luas.

Terlepas dari dukungan lama untuk 'two-state solution', AS tidak mendukung tawaran Palestina untuk menjadi anggota di Perserikatan Bangsa-Bangsa,dan mengatakan masalah ini hanya boleh diputuskan melalui negosiasi dengan Israel. Otoritas Palestina telah mengejar posisi tersebut sejak 2011, dan upaya ini membutuhkan persetujuan Dewan Keamanan di mana AS memiliki hak veto. 

AS sudah lama menjadi sekutu Israel dan kolaborator keamanannya karena AS mendukung keberadaan negara Yahudi. Selama Perang Dingin, banyak ahli strategi pertahanan AS yang melihat Israel sebagai mitra terbaik dalam perang melawan pengaruh Soviet di Timur Tengah, dan kemudian terbukti menjadi kontributor kuat bagi upaya kontraterorisme AS.

Saat ini, Israel masih menjadi mitra strategis terdekat AS di Timur Tengah. Kedua negara ini sangat prihatin dengan ambisi nuklir Iran dan dukungannya untuk militan Islam, terutama Hizbullah Lebanon dan Hamas, kelompok Palestina yang menguasai Gaza. Sebagai hasil dari kepentingan bersama ini, AS telah berjanji untuk membantu menjaga kekuatan militer Israel atas kombinasi negara mana pun yang bermusuhan di kawasan tersebut.

Alhasil, AS mulai memberi Israel bantuan keamanan setelah penarikan pasukanya dari wilayah Arab sebagai bagian dari proses perdamaian. AS menganggap pemberian bantuan keamanan ini sebagai tanggung jawab karena Israel mengambil risiko untuk berdamai. AS juga memberikan bantuan dalam jumlah besar ke Mesir dan Yordania sebagai imbalan atas komitmen mereka terhadap proses perdamaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun