Mohon tunggu...
Ahmad Wazier
Ahmad Wazier Mohon Tunggu... Dosen -

Manusia awam yang \r\npenuh dengan keterbatasan dan kebodohan. \r\n\r\nSaat ini berstatus sebagai Dosen dan Mahasiswa Program Doktor (S3) di University of Tasmania-Australia.\r\n\r\nMantan pengurus DPD IMM DIY ini menyelesaikan Pendidikan Pasca Sarjana di Universitas Gadjah Mada.\r\nPengalaman organisasi: Sekretaris Pusat Pengembangan Bahasa (dua periode), Wakil sekretaris MTDK PWM DIY dan Sekjen KAMADA, Ketua Umum KORKOM IMM, Waka 1 IMM PSH,. Jabatan terakhir sebagai Kepala Pusat Pengembangan Bahasa (2 Periode).\r\n\r\nAktivis alumnus Pondok Pesantren Ar-Ruhamaa’ ini mempunyai minat bidang kebijakan politik Amerika Serikat, ideologi dan agama.\r\n\r\nAktif di beberapa perkumpulan dan juga latihan menjadi pembicara dalam diskusi, training, seminar atau konferensi. bisa di hub di: Twitter: @WazierW wazier1279@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fanatisme Agama Hukumnya Wajib

13 Agustus 2012   16:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:50 8526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Fanatisme Agama Hukumnya Wajib

Oleh

Wajiran, S.S., M.A.

(Peminat di Bidang Sosial dan Politik Islam)

Selama ini orang sering salah mengartikan makna fanatisme. Fanatisme dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan, terutama dalam hal agama. Sebenarnya, pengertian fanatisme bukan hanya pada agama, tetapi kata ini dapat dikaitkan dengan beberapa hal; partai politik, tokoh (figur), kelompok, atau kebudayaan. Dalam pengertian yang sangat luas itu, hanya ada satu hal yang diperbolehkan untuk bersikap fanatik, yaitu fanatik terhadap agama.

Fanatisme sebenarnya adalah sebuah konsekuensi seseorang yang percaya pada suatu agama, bahwa apa yang dianutya adalah benar. Paham ini tentu akan berdampak positif pada seseorang karena yang bersangkutan akan mengaplikasikan dan merefleksikan segala hukum dalam kehidupan sehari-hari. Karena pada dasarnya, tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kekerasan, peperangan dan permusuhan. Dengan fanatisme, seseorang tidak akanmencampur adukan kebenaran agamanya dengan kebenaran yang lain. Dalam ajaran Islam, konsistensi (dapat disebut fanatisme) adalah sebuah keharusan bagi setiap umatnya. Seorang penganut yang tidak fanatik terhadap agama islam tentu hanya akan merusak agama Islam itu sendiri. Pencampuran ajaran agama dengan yang lain (terutama ibadah mahdhoh) berakibat ditolaknya amal perbuatan itu. Seperti misal, jika Islam mengharamkan suatu makanan kemudian kita mencoba melanggar hanya karena agama lain tidak mengharamkan, maka hal ini akan merusak nilai keimanan seseorang itu.

Kesalahan paham

Berkenaan dengan persoalan di atas, kiranya saya kurang sepakat dengan pengertian kata fanatisme yang ada di beberapa media online, terutama Wikipedia. Dalam Wikipedia fanatisme diartikan sebagai sebuah keadaan dimana seseorang atau kelompok yang menganut sebuah paham, baik politik, agama, kebudayaan, atau apapun saja dengan cara berlebihan (membabibuta) sehingga berakibat kurang baik bahkan cenderung menimbulkan perseteruan dan konflik serius.

Berdasar pada pengertian di atas, agama disamakan kedudukanya dengan paham, politik, atau kebudayaan. Padahal agama (terutama agama samawi) jelas-jelas memiliki kedudukan yang sangat berbeda dengan paham, lembaga politik, dan kebudayaan. Agama adalah sebuah keyakinan yang dilandasi dari firman Tuhan, dengan demikian agama (terutama Islam) bukanlah buatan manusia. Oleh karena itu, menyamakan kedudukan agama dengan paham-paham buatan manusia adalah kesalahan fatalyang berakibat kesalahan pemaknaan terhadap fungsi agama itu sendiri (termasuk kesalahan terhadap penafsiran pengertian fanatisme ini).

Kesalahan paham inilah yang kemudian melahirkan sebuah persepsi negatif terhadap orang-orang atau sekelompok orang yang taat pada agama. Adanya fanatisme agama justru melahirkan persepsi negatif terhadap agama tertentu. Seperti misal di negara barat terjadi sebuah ketakutan-ketakutan terhadap agama Islam. Gambaran ketakutan mereka bisa dilihat dari berbagai program yang dikeluarkan pemerintahan untuk mereduksi keyakinan (agama Islam) dalam masyarakat. Seperti di Amerika, ajaran memusuhi Islam menjadi mata pelajaran wajib di seluruh pendidikan militer, atau pun di negara-negera Eropa yang sebagian besar memberlakukan pelarangan berjilbab karena dikhawatirkan akan mempengaruhi orang lain (meskipun kadang hal ini dipolitisir untuk antisipasi kejahatan/terorisme).

Ketakutan-ketakutan akan adanya fanatisme terhadap agama (khususnya Islam) adalah suatu kebodohan. Fanatisme terhadap agama Islam sesungguhnya akan melahirkan orang-orang yang sangat beradab dan santun. Karena ajaran agama Islam telah mengatur segala sendi kehidupan manusia secara menyeluruh. Islam mengajarkan untuk menghormati agama lain, orang lain bahkan aturan untuk berbuat baik itu juga berlaku untuk makhluk lain termasuk binatang dan lain seagainya (baca: adab dan akhlak Islam). Di dalam Islam, orang beragama tidak boleh dipaksakan. Islam adalah agama yang paling demokratis karena menyadari akan adanya perbedaan itu sebagai suatu fitroh (alami/kodrat Tuhan). Itu sebabnya Islam melarang umatnya mengganggu golongan lain atau paham lain, karena mengganggu yang lain sama dengan merusak persaudaraan dan nilai kemanusiaan yang ingin dibangun dalam Islam. Agama Islam diturunkan sebagai agama rahmatan lilalamin, memberikan kebaikan bagi umat manusia dan seluruh alam. Dalam kontek ini tidak ada kekhususan bahwa keberadaan Islam hanya untuk umat islam sendiri, tetapi untuk seluruh alam.

Bertolak dari pemahaman inilah, kiranya kita perlu membedakan makna kata fanatisme dalam berbagai hal. Jika berkaitan dengan agama, fanatisme hukumnya wajib. Tetapi jika dikaitkan dengan politik, paham (golongan, suku, ras dll), termasuk kebudayaan, maka fanatisme harus dihilangkan. Fanatisme yang merusak adalah fanatisme yang dikaitkan dengan segala hal yang berkiatan dengan paham manusia atau hasil pikiran manusia. Seperti contoh fanatisme pada partai politik jelas hanya akan merusak hubungan persaudaraan karena adanya perbedaan kepentingan. Demikian juga dengan fanatisme terhadap tokoh-tokohnya. Pada prinsipnya semua produk manusia adalah lemah dan penuh kekurangan. Oleh karena itu, fanatisme terhadap manusia adalah kebodohan yang harus kita buang jauh-jauh dari pikiran kita.

Sekali lagi fanatisme hanya boleh ditujukan pada agama yang benar. Fanatisme terhadap kebenaran suatu agama yang kita anut adalah bukti ketaatan kita terhadap agama itu sendiri. Meskipun, fanatisme tidak berarti memusuhi dan memerangi ajaran agama lain. Wallahua’lamubishshawab.

Pantai Santolo

(Jawa Barat), 13 Agustus 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun