Mohon tunggu...
Ahmad Taohid
Ahmad Taohid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahsiswa Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Nature

Fenomena Banjir dan Krisis Etika terhadap Lingkungan

3 Agustus 2021   23:44 Diperbarui: 3 Agustus 2021   23:56 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Banjir di Indonesia tidak pernah terlewat setiap tahunnya. Tahun 2019 telah terjadi fenomena banjir, banyak derah-daerah yang terdampak. Melihat dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ada sebanyak 7.574 kali banjir di Indonesia selama periode 2011-22 September 2020. Bencana ini memiliki tingkat intensitas yang cukup sering selama 10 tahun terakhir. Di Indonesia pada tahun 2019 mengalami bencana yang paling banyak terjadi yaitu mencapai 1.271 kali. Sejumlah Provinsi di Indonesia terkena banjir besar diantaranya yaitu, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Jambi, Jawa Timur, Papua, Sulawesi Tenggara, banjir tersebut selain mengakibatkan banyaknya korban jiwa juga merusak pemukiman, fasilitas Pendidikan dan fasilitas umum. 

Kalo kita cermati, adanya bencana banjir disebabkan oleh faktor lingkungan, dan kira harus turut andil dalam lingkungan itu. Pembangunan sering kali dirancang tanpa bertumpu pada takdir alam semesta. Air adalah sumber kehidupan dan tidak akan nada kehidupan tanpa air. Air yang seharusnya menjadi sumber kehidupan malah menjadi petaka. Alam semesta mempunyai kemampuan diri untuk menjaga ekosistemnya namun pemanfaatan terhadap bumi telah melebihi daya dukung alam semesta. Kita bisa melihatnya dari lingkungan alami dan sekarang berubah sangat drastis, banyak pembangunan yang merusak lingkungan alami, yang tadinya banyak waduk yang berfungi untuk menampung air sekarang semakin berkurang jumlahnya bahkan sebagian kondisinya tidak bisa dipakai lagi. 

Perubahan iklim global semakin parah karena mengakibatkan kenaikan curah hujan, permukaan air laut pun jadi tinggi saat pasang. Bahkan sungai-sungai yang tadinya tidak terdesak oleh pemukiman dan tidak tersumbat oleh sampah-sampah sekarang banyak sungai-sungai yang terdesak oleh pemukiman dan laju air tersumbat oleh sampah. Oleh sebab itu air sungai yang tadinya mengalir dengan lancar untuk kembali ke laut sekarang akibat sampah-sampah yang tersumbat disungai menjadi akibat tidak bisa kembalinya air untuk mengalir ke laut.

Permukaan tanah dan hutan yang bisa berfungsi sebagai instalasi air besar bumi sudah dirusak oleh manusia, siklus air yang tidak normal dan keadaan yang berubah-ubah bisa mengakibatkan air jadi tidak sesuai kebutuhan dan kehidupan. Kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan juga masih sangat kurang, dan perilaku manusia yang kebiasaan membuang sampah sembarangan atau membuang sampai ke sungai masih sangat banyak dijumpai. Akibat perlaku manusia yang seperti itu akan mengakibatkan luapan air bahkan sampah-sampah yang tersumbat akan meluap. Alhasil, semua itu akan menyebabkan banjir yang bisa merusak lingkungan dan kehidupan manusia. 

Ketika banjir terjadi banyak persoalan yang diperdebatkan oleh masyarakat seperti ketidakmampuan sungai dan waduk untuk menampung air hujan dalam jumlah besar, dan pembangunan insfratruktur yang menjadi perdebatan dianggap dapat memunculkan dampak bencana. Padahal sebenarnya kita mengalami masalah etika, krisisnya etika lingkungan bisa menyebabkan lingkungan menajadi buruk. Etika hidup bukan hanya mengenai perilaku masayarakat terhadap alam, melainkan mengenai relasi diantara semua kehidupan alam semesta. 

Dalam perspektif etika lingkungan, kerusakan alam bukan hanya masalah teknis, melainkan krisisnya moral manusia terhadap alam semesta. Etika lingkungan ialah cara untuk mengubah kesadaran dan perilaku terhadap masyarakat terhadap lingkungan sekitar. Kalo kesadaran dan perilaku manuisa sudah berubah maka persoalan teknis juga akan berubah.

Kerusakan alam yang menimbulkan bencana terjadi karena antroposentrisme yang dikedepankan dalam praktik pembangunan. Perilaku masyarakat terhadap lingkungan bisa mencegah terjadinya bencana banjir tanpa perlu adanya teknologi, dan teknologi pun bisa membantu menjaga lingkungan. Teknologi dalam hal ini misalnya penggunaan bahan bakar nonfosil, karena keduanya mempunyai masing-masing terhadap lingkungan. Perubahan lingkungan jadi faktor penyebab curah hujan yang tinggi dan mengakibatkan banjir. Perubahan iklim juga menjadi perubahan lingkungan dan itu akan menyebabkan lingkungan terganggu. Penyebab terjadinya bencana banjir juga karena kurangnya resapan air di daerah. Bukan hanya itu, kondisi drainase di perkotaan sangat buruk sehingga air yang seharunya mengalir menjadi tidak dapat mengalir. 

Banjir merupakan bencana alam berupa peristiwa yang terjadi ketika aliran atau intensitas air yang berlebihan. Banjir bisa terjadi karena faktor peristiwa alam seperti curah hujan dalam waktu yang lama, buruknya penanganan sampah sehingga saluran air tersumbat. Banjir bisa membawa banyak kerugian untuk masyarakat seperti kehilangan harta benda, bahkan akan memakan korban jiwa. Tak hanya masyarakat bahkan lingkungan atau alam pun akan terkena dampaknya. 

Supaya banjir dapat diminalkan yaitu dengan prinsip etika lingkungan, ini harus dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Pertama, masyarakat harus mempunyai sikap hormat terhadap alam, hormat terhadap alam yaitu suatu prinsip dasar bagi manusia. Kedua, prinsip kasih sayang dan kepedulian, merupakan satu arah menuju yang lain tanpa mengharapkan balasan, dan tidak didasarkan pada kepentingan pribadi, tetapi hanya untuk alam. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun