Mohon tunggu...
Ahmad Saichu
Ahmad Saichu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa INISNU Temanggung

Menulis, Membaca, Tertarik pada Politik dan Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Internalisasi Nilai-Nilai Inti Pendidikan Islam dalam Menghadapi Era Metaverse

12 November 2022   01:17 Diperbarui: 12 November 2022   01:35 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tidak tahu pentingnya pendidikan Islam? Bahkan, mungkin sebagian pembaca sudah mengetahui apa itu pendidikan Islam, bukan? Kini, pendidikan Islam adalah upaya orang dewasa yang berkomitmen untuk membimbing dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah (keterampilan dasar) secara sadar melalui ajaran Islam untuk pengembangan dan pertumbuhan kepribadian Muslim.

Karena di era yang serba digital ini, kesadaran akan pendidikan  berkualitas  semakin meningkat. Pendidikan yang bermutu dan religius menjadi pilihan utama. Pada prinsipnya kesadaran beragama yang tinggi mempengaruhi kesadaran jiwa  dalam kehidupan sehari-hari, yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan spiritual. 

Oleh karena itu, internalisasi nilai-nilai Inti pendidikan Islam merupakan hal yang sangat penting." Berdasarkan pembahasan, internalisasi nilai-nilai Inti pendidikan Islam merupakan pemahaman agama yang tersurat maupun tersirat yang  mempengaruhi perilaku. Selain itu, internalisasi ini juga tidak boleh dilakukan. kehidupan sehari-hari, tetapi juga harus dijadikan sebagai bagian dari ibadah yang dihayati untuk pengembangan pribadi muslim yang lebih baik.

Nah, yang lagi panas di dunia pendidikan adalah metaverse. Metaverse adalah dunia digital yang dibuat menggunakan berbagai teknologi seperti VR, MR, AR, cryptocurrency, dan Internet. 

Orang dapat menggunakan metaverse untuk berkomunikasi, membeli produk atau bermain game, atau bahkan berinteraksi dengan rekan kerja mereka di kantor avatar virtual.  

Metaverse adalah alam semesta pasca-realitas, lingkungan multi guna yang tidak berubah dan persisten di mana realitas fisik menyatu dengan virtualitas digital. Hal ini didasarkan pada konvergensi teknologi yang memungkinkan interaksi multi-indera dengan lingkungan virtual, objek digital dan orang-orang, seperti virtual reality (VR) dan augmented reality (AR).

Oleh karena itu Metaverse adalah jaringan yang terhubung dari lingkungan dan jaringan yang tertanam secara sosial dalam platform multi-pengguna yang berkelanjutan. 

Ini memungkinkan implementasi interaksi pengguna yang lancar secara real-time dan interaksi dinamis dengan objek digital. Iterasi pertama adalah jaringan dunia virtual di mana avatar dapat saling berteleportasi. Iterasi modern dari metaverse menampilkan platform VR sosial dan imersif yang kompatibel dengan video game online multipemain masif, dunia game terbuka, dan ruang kolaborasi AR.

Teknologi di era digital menuju metavers mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi proses yang semakin berkembang. Penggabungan nilai-nilai pendidikan Islam dapat  dengan mudah dilaksanakan. Metode pengenalan nilai-nilai pendidikan Islam itu sendiri menggunakan metode pembiasaan dan keteladanan, dimana kedua metode tersebut diterapkan secara bersama-sama sedemikian rupa sehingga dapat diharapkan dari mereka contoh yang baik, di mana keakraban menjadi ciri-ciri yang menjadi kebiasaan yang baik.

Menghadapi Era Metaverse

Menghadapi era revolusi digital, kesadaran baru harus dimunculkan agar digitalisasi tidak merugikan masyarakat. Ia menekankan pentingnya pemahaman meta-versi yang komprehensif dengan meningkatkan pemahaman literasi dan kompetensi digital, memperhatikan keamanan dan memasukkan aspek lain yang terkait dengan pengembangan sumber daya manusia di industri digital.

Sejarah keberadaan metaverse tidak lepas dari peran Tim Berners-Lee dalam penciptaan World Wide Web (www) pada tahun 1989. Melanjutkan pada tahun 1992, penulis fiksi ilmiah Neal Stephenson menggunakan "metaverse" untuk menggambarkan ruang virtual 3D. . Sebelas tahun kemudian (2003), Philip Rosedale dan timnya di Liden Lab mengungkapkan kehidupan lain, dunia virtual berbasis web. Tiga tahun kemudian (2006), platform online Roblox diluncurkan, memungkinkan pengguna untuk membuat dan berbagi game dengan orang lain. Tiga tahun kemudian (2009), Bitcoin diciptakan, platform cryptocurrency dan blockchain pertama yang sukses  di dunia. Pada tahun 2011, novel  penulis fiksi ilmiah Ernest Cline Ready Player One memperkenalkan orang-orang ke realitas virtual.

Tiga tahun berturut-turut (201) Facebook membeli perangkat keras dan mata platform realitas virtual. Setahun kemudian (2015), dunia virtual pertama dari Decentraland dibuat. Sequential (2016) Pokemon Go, game augmented reality, menggemparkan dunia. Setahun kemudian (2018), Axie Infinity, game realitas virtual populer berdasarkan pelatihan dan perdagangan makhluk mitos,  diperkenalkan. Ini berjalan di Ethereum. Dua tahun kemudian (2021).Dari sejarah perkembangan itu, bagaimana dunia pendidikan Islam menyikapinya?

Internalisasi Nilai Inti Pendidikan Islam

Sebagaimana diketahui dalam buku-buku pendidikan Islam, setidaknya ada tiga kata yang berkaitan dengan pendidikan Islam, yaitu al-tarbiyah (proses tumbuh kembang fisik, psikis, sosial dan spiritual peserta didik), al-ta'lim (Prof. M. Quraish Shihab, mengartikan yuallimu sebagaimana termaktub dalam Qs. al-Jumu'ah ayat 2, hakikat mengajar tidak lain adalah untuk mengisi pikiran anak didik dengan ilmu yang berkaitan dengan dimensi metafisik  dan fisik) dan al-ta'dib (al) -Naquib al-Attas menyebutkan akhlak mulia yang bersumber dari prinsip pendidikan ajaran agama untuk mentransformasikan nilai-nilai akhlak menjadi manusia dan dasar dari proses Islamisasi ilmu pengetahuan).

Melihat ketiga makna tersebut, pendidikan Islam sudah menjadi sahabat dunia metafisik. Kelahiran konsep metaverse ini harus segera ditangani. Penyiapan SDM (Sumber Daya Manusia) sebagai sarana pendukung penerapan metaverses dalam dunia pendidikan Islam.  Keterlambatan dalam menanggapi kemajuan teknologi informasi dapat melihat metaverse sebagai musuh. Bagaimana tidak, kegagapan dalam dunia pendidikan Islam yang belum siap dapat mengubah cara pandang  dalam menjawab dan memaknai metaverse.

Pendidikan Islam, jika diartikan sebagai  ilmu atau realitas lembaga pendidikan, hanyalah manusiawi. Pendidikan Islam sebagai sistem informasi dan lembaga pendidikan masih berasal dari sumber yang sama, yaitu manusia. Orang yang "memusatkan" atau "menciptakan" sistem informasi dan lembaga pendidikan yang berlatar belakang Islam.

Apakah kita bereaksi untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan metaverses masa depan dalam dunia pendidikan Islam. Jika demikian, metaverse ini dianggap sebagai teman. Metaverse sebagai jaringan dunia virtual tempat avatar dapat berteleportasi di antara mereka. Interaksi manusia dalam dunia pendidikan Islam dapat berlangsung dalam bentuk avatar yang saling berhubungan, tentunya juga harus dihiasi dengan nilai-nilai moral yang luhur seperti makna pendidikan Islam (al-ta'dib).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun