Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Freelancer - Alumni UIN SGD Bandung

Warga Kabupaten Bandung. Sehari-hari beraktivitas memenuhi kebutuhan harian keluarga. Bergerak dalam literasi online melalui book reading and review (YouTube Shalawat Channel). Mohon doa agar kami sehat lahir dan batin serta dimudahkan dalam urusan rezeki.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ini yang Saya Dapat dari Buku "Pelangi Islam"

28 Agustus 2021   06:28 Diperbarui: 28 Agustus 2021   07:06 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tema yang aktual pada setiap zaman (menurut saya) adalah agama. Orang yang taat maupun yang tidak taat beragama, kalau ngobrol agama pasti nyambung. Hampir dalam ranah kehidupan bahwa agama bisa masuk, bahkan mendominasi. Apalagi dihubungkan dengan politik maka menjadi seksi, bahkan bisa dimainkan. Sebetulnya yang demikian bukanlah agama secara narasi (teks) suci, tetapi sekadar penafsiran dan pemahaman dari orang beragama. Yang menjadi masalah ada pada praktik beragama dan penerapan atas pemahaman agama. Bahkan, nasib agama sekadar dijadikan balutan kepentingan kelompok, komunitas, dan alat untuk mencapai kekuasaan.

Memang tidak bisa diingkari praktik dan pengamalan orang beragama merupakan penerapan dari penafsiran otoritas agama. Bisa ulama, pemerintah maupun komunitas dan institusi dari agama. Mazhab dan kemudian komunitas agama tidak lepas dari otoritas. Biasanya bersandar pada sosok yang diberi wewenang oleh pengikutnya. Mungkin lebih dari ratusan jumlah mazhab atau sekte agama besar seperti Islam yang bermunculan pascawafat Rasulullah Saw. Ada mazhab yang masih kokoh berdiri dan dianut, bahkan dikembangkan dari aspek pemahaman dan dihubungkan dengan konteks zaman.

Menariknya di tengah umat Islam muncul beragam mazhab berdasarkan bidang ilmu (disiplin). Seperti pada ilmu kalam (teologi), filsafat, tasawuf, fiqih, hadis, alquran, politik, dan lainnya. Dari disiplin tersebut lahir pecahan dari tiap mazhab menjadi  mazhab lainnya. Misal dari Khawarij muncul satu di antaranya mazhab Ibadhi yang dianut umat Islam di Jordania.

Saya belum menghitungnya secara historis, sekira 200 ulama dan cendekiawan Muslim dari 50 negara pernah berkumpul di Jordania kemudian melakukan dialog, hingga keluar pernyataan bersama tentang mazhab-mazhab Islam yang sah. Kesepakatan ini dicantumkan pada maklumat yang diberi nama Risalah Amman, tahun 2005.

Dari risalah ini ditetapkan ada mazhab-mazhab yang diakui masih berada dalam ajaran agama Islam dan sah untuk dipegang maupun diamalkan oleh umat Islam. Di antaranya Syafii, Maliki, Hanbali, Hanafi, Zaidi, Jafari, Dzahiri, Ibadhi, Asyariyah, Sufi, dan Salafi. Yang masuk dalam mazhab besar Sunni (Ahlussunnah) yakni Syafii, Hanbali, Maliki, Hanafi. Yang masuk mazhab besar Syiah (Ahlulbait) yakni Zaidi dan Jafari. Dzahiri dan Ibadhi merupakan mazhab tersendiri dan memiliki perbedaan dengan Sunni maupun Syiah. Kemudian Asy'ariyah dikenal mazhab teologi (akidah). Sufi dikenal orang-orang Islam yang mengkhususkan diri pada peningkatan ruhaniah dan menjalani perilaku kesucian (yang hingga kini terbentuk dalam thariqat dengan aneka kelompoknya). Selanjutnya ada Salafi, yang dilekatkan kepada mereka yang merujuk  amaliah para sahabat Rasulullah Saw. Ini yang saya ketahui berdasarkan buku "Pelangi Islam: Fatwa-fatwa Ulama Besar tentang Keragaman Mazhab" yang diterjemahkan dari kitab "At-Ta'adudiyyah al-Madzhabiyyah fi Islam wa ara' al-Ulama' fika." Disusun oleh Sayyid Jalaluddin Mir Aghai, tahun 2007.

Buku "Pelangi Islam" ini menyajikan pendapat para ulama yang mewakili mazhab-mazhab yang disebutkan di atas. Di antara pertanyaan yang dijawab para ulama tersebut yakni status orang Islam yang mengikuti mazhab di atas. Kepada ulama Syiah ditanyakan tentang mazhab selainnya. Kepada ulama Ahlussunah, ulama Ibadhi dan ulama Dzahiri ditanyakan mengenai status mazhab yang tidak dianutnya. Jawaban ulama dari masing-masing mazhab di atas terdapat kesamaan bahwa pengakuan Allah sebagai Tuhan, Muhammad bin Abdullah sebagai Rasul-Nya, shalat berkiblat ke Kabah, melaksanakan syariat (ritual) dalam rukun Islam dan membenarkan rukun Iman, maka tidak boleh dikafirkan. Mereka masih dalam keyakinan agama Islam meski berbeda mazhab. Perbedaan mazhab bagian dari rahmat dan dengan ikhtilaf yang ada di tengah umat Islam, seharusnya umat Islam menjalankan sikap tasamuh dan merajut ukhuwah Islamiyyah.

Kemudian para ulama dari tiap mazhab di atas sepakat bahwa orang tidak boleh mengambil fatwa maupun opini keagamaan dari orang awam dan orang yang tidak jelas keilmuannya. Ulama yang dirujuk oleh umat Islam harus dipastikan berilmu, menguasai tafsir Al-Quran, ushul fikih dan fikih, hadis dan ulumul hadis, tarikh Nabi dan sahabatnya, memahami konteks zaman, dan senantiasa hati-hati saat hendak mengeluarkan opini atau fatwa. Karena itu, orang Islam yang terpelajar akan merujuk kepada ulama yang otoritatif sesuai dengan mazhabnya.

Saya kira buku "Pelangi Islam" ini akan menambah pengetahuan sekaligus menjadikan pembaca paham dengan berbagai ikhtilaf di tengah umat Islam. Dari mengetahui perbedaan antar mazhab maka (diharapkan) akan makin sadar dengan keberadaan orang Islam lainnya yang beda mazhab. Dari kesadaran ini akan timbul sikap toleran karena mengetahui subtansi dari agama Islam yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya.

Saya percaya orang yang membaca buku ini akan tercegah dari takfirisme. Kalau pun tetap bebal, anggap saja dia sufaha. Cag! *** (ahmad sahidin)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun