Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Freelancer - Alumni UIN SGD Bandung

Warga Kabupaten Bandung. Sehari-hari beraktivitas memenuhi kebutuhan harian keluarga. Bergerak dalam literasi online melalui book reading and review (YouTube Shalawat Channel). Mohon doa agar kami sehat lahir dan batin serta dimudahkan dalam urusan rezeki.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Ulasan Buku "Sejarah Filsafat Islam"

8 September 2020   13:58 Diperbarui: 15 September 2020   15:33 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ahmadsahidin12 (dokpri)

Mengapa? Karena Ahlulbait masih mengurus jenazah Rasulullah Saw, masih mengurus urusan agama dan berduka dengan wafat Rasulullah Saw. Apakah para sahabat di Saqifah tidak berduka? Ini harus dikaji kembali secara ilmiah.

Dari empat gerakan politik di atas, hanya golongan Aisyah yang tidak melahirkan paham keagamaan. Muawiyah dengan kekuasaan di Damaskus menanamkan sikap benci pada Ahlulbait dan mengagungkan para sahabat. Gerakan keagamaan ini oleh cendekiawan IJABI Dr Muhammad Babul Ulum disebut "Muawiyyat" dan Ayatullah Sayyid Kamal Haidari menjulukinya "al-Nahj al-Umawi", yang dapat diberi makna paham keagamaan dan politik Bani Umayyah.

Kemudian dari 'Ali bin Abu Thalib muncul paham Syiah 'Ali dan lahir pula Khawarij yang dipimpin oleh Abdillah bin Wahab Rasibi. Khawarij asalnya pendukung 'Ali bin Abu Thalib kemudian memisahkan diri setelah peristiwa tahkim dan memusuhi orang-orang Islam yang berbeda paham dengan Khawarij.

Selanjutnya masa kekuasaan Dinasti Umayyah (selain yang disebutkan) muncul paham Qadariyah, Jabariyah, Murjiah, dan lainnya. Masa Dinasti Abbasiyah muncul Mutazilah, Asy'ariyah, Maturidiyah dan filsuf Muslim seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan komunitas Ikhwan Shafa. Di antara mereka terjadi dialog pemikiran dengan aneka argumenasi. Para filsuf sudah jelas kuat dari nalar rasional, termasuk kaum Mutazilah. Sedangkan selainnya, masih berpedoman pada argumen teksual Alquran dan hadis. Ini menurut Abu Bakar Aceh yang khas dari mutakalimun (ahli Kalam atau teolog Muslim) yang berbeda dari filsuf dan sufi.

Dari karya Abu Bakar Aceh ini, yang menarik perhatian saya pada pokok-pokok keyakinan Ahlus Sunnah yang dirintis oleh Abu Hasan Asy'ari dan Abu Mansur Maturidi (w.944 M.). Kedua tokoh ini menetapkan (pada pengikutnya) untuk percaya dengan enam rukun: beriman Allah, Malaikat, Nabi, Kitab, Hari Akhir, Qadha wa Qadar. Disebutkan juga agar mencintai orang-orang yang dipilih oleh Nabi sebagai sahabatnya yaitu assabiqunal awwalun, mengakui imam setelah Rasulullah Saw adalah Khulafa Rasyidun yang empat, tidak boleh membongkar perselisihan yang terjadi di antara para sahabat, percaya ada azab kubur, percaya pahala sedekah doa sampai kepada orang yang mati, dan menetapkan sifat-sifat Allah terdiri dari sifat wajib, mustahil, dan jaiz (lihat halaman 95-99).

Pokok ajaran Ahlus Sunnah tersebut, di Indonesia masuk dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti sejak SD, SMP, dan SMA/SMK. Karena itu, bisa dikatakan umat Islam Indonesia secara doktrin teologi berpaham Ahlus Sunnah. Meski tidak diingkari terdapat tradisi yang dilakukan oleh kaum Muslim Syiah.

Kembali pada isi buku, bahwa Abu Bakar Aceh memasukkan seluruh pemikiran dan paham dalam Islam, yang non fikih dan non hadis, pada khazanah filsafat Islam. Dapat dipahami karena ilmu kalam, filsafat, tasawuf, dan gerakan tajdid yang berorientasi kembali pada masa salaf, dan kajian moral pun masuk oleh Abu Bakar Aceh dimasukkan dalam ranah pemikiran manusia.

Dalam hal ini, para tokoh Islam dari sejak Khulafa Rasyidun sampai abad modern bermunculan ulama atau ilmuwan dengan berbagai karya ilmiah yang sampai kini dapat diakses dan bermanfaat bagi peradaban umat manusia.

Dengan membaca karya Abu Bakar Aceh ini, saya mengetahui penggerak utama sekaligus yang mengibarkan seruan kembali pada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw adalah Ibnu Taimyyah Al-Harrani (1263-1328 M.). Seorang ulama berasal dari Turki yang menetap hingga meninggal dunia di Damaskus, Suriah.

Gerakan kembali pada Al-Quran dan Sunnah ini dihidupkan kembali oleh Muhammad bin Abdul Wahab An-Najdi, Saudi Arabia, abad XVIII Masehi. Perlu ditelaah mengapa yang menjadi slogan Alquran dan Sunnah, bukankah riwayat yang sebut keduanya sebagai pedoman itu tidak kuat dari analisis ilmu hadis?

Sayangnya Abubakar Aceh hanya menguraikan aspek historis dan doktrin tajdid sebagai upaya memurnikan amaliah umat Islam yang sudah dicemari unsur dari luar Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun