Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Freelancer - Alumni UIN SGD Bandung

Warga Kabupaten Bandung. Sehari-hari beraktivitas memenuhi kebutuhan harian keluarga. Bergerak dalam literasi online melalui book reading and review (YouTube Shalawat Channel). Mohon doa agar kami sehat lahir dan batin serta dimudahkan dalam urusan rezeki.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Ulasan Buku "Cita Humanisme Islam"

25 Desember 2019   07:18 Diperbarui: 25 Desember 2019   07:20 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya lupa entah tahun berapa beli buku "Cita Humanisme Islam: Panorama Kebangkitan Intelektual dan Budaya Islam dan Pengaruhnya terhadap Renaisans Barat" ini? Bukunya terbit tahun 2005 oleh Serambi Jakarta. Penulisnya George A. Makdisi. Sebuah karya terjemah dari buku yang aslinya berjudul "The Rise of Humanism" tahun 2000. Tebal buku 600 halaman. Isinya terdiri dari tujuh bagian dan tiap bagiannya diisi empat sampai tujuh bab. 

Uraian dalam buku ini tentang ilmu adab, yang diartikan kajian sastra dan humaniora dalam sejarah umat Islam sejak pascakhulafa rasyidun sampai akhir abad pertengahan. Tokoh Imam Syafii disebut sebagai peletak ushul fiqih, yang juga memiliki kemahiran dalam sastra. Juga tokoh ulama lainnya bahwa dalam sejarah diketahui mereka punya keahlian dalam bidang ilmu adab, selain ilmu-ilmu agama.Yang menarik tentang ijazah dan izin sebar pengetahuan dibuat dengan aturan yang sederhana sesuai dengan zamannya.

Apabila ada orang yang hendak menyalin atau memperbanyak buku dari seorang penulisnya, maka ia cukup mendengarkan pembacaan (dikte) dari penulis buku tersebut. Tebal tipis menentukan jumlah hari yang dihabiskan saat dibacakan. Saat beres dan tuntas maka salinan buku itu dibubuhi tanda tangan sang penulis. 

Dengan itu maka seorang murid atau penyalin telah mengantongi ijazah atau izin mengajarkan isi buku tersebut. Dan sang penulis atau guru yang menulis buku (kitab) tidak sembarang menerima orang yang meminta untuk ditulis ulang ilmu yang tersaji dalam kitab.

Dari buku tersebut, yang menarik bahwa antara ulama atau tokoh ilmu adab dan ilmu hadis serta ahli faqih terjadi konflik secara intelektual. Dalam suatu diskusi atau majelis tidak jarang terjadi debat di antara mereka. Kalau berada dalam satu tempat, tetapi beda majelis dan ruang, maka akan saling teriak saat menyindir dan melemahkan khazanah ilmu yang dianggapnya tak berguna.

Dari buku ini diketahui bahwa antar ilmuwan terjadi rebutan pengaruh, rebutan dominasi aliran ilmu, dan mencari kedudukan terhormat di hadapan para penguasa. Sering ditemukan dalam sejarah bahwa seorang penguasa menempatkan ahli sastra, filsuf, atau fuqaha di istana. Di antara tokoh yang ada di lingkungan istana pun rebutan pengaruh dan kedudukan. Tidak jarang saling jatuhkan dengan fitnah dan isu-isu.

Kemudian seorang ilmuwan kadang diminta menuliskan bahan bacaan untuk seorang penguasa terkait suatu ilmu. Maka ilmuwan yang ditugasi itu akan berlama-lama di perpustakaan istana yang menyimpan ribuan kitab. Ditulis dengan kecakapan sang ilmuwan sehingga menjadi sebuah  kitab yang dipersembahkan khusus untuk seorang penguasa yang menugaskannya.

Selanjutnya ilmuwan atau tokoh tersebut dapat uang dan hadiah dari penguasa. Dan banyak kitab yang beredar pada abad pertengahan pada halaman awalnya ditulis bahwa kitab didedikasikan untuk seorang penguasa. Tentu dalam hal ini aspek kepentingan penguasa menjadi perhatian utama para penulis kitab.

Sekedar diketahui bahwa saya baru baca sampai akhir bagian tiga sekira 179 halaman. Cukup lelah karena termasuk buku ilmiah dan huruf tulisannya kecil. Bagian yang sudah dibaca meliputi gerakan skolastik, mazhab hukum, jenjang karier seorang ahli hukum (fuqaha), konflik aliran rasionalis versus tradisionalis, lembaga ilmiah dan pengkajian ilmu, jenis dan macam ilmu adab serta pengetahuan agama, otoritas ilmu adab dan agama.

Dari uraian setiap bagian dan bab pada buku karya George Abraham Makdisi ini diketahui bahwa seorang ulama hadis atau ahli fikih (hukum) sebelum berkarier sebagai muhadis atau menjadi faqih (fuqaha) atau mufti, sebelumnya mempunyai keahlian dalam ilmu adab meliputi kebahasaan, sastra, filologi dan wawasan kebudayaan. Menariknya lagi bahwa para ilmuwan atau tokoh bidang ilmu adab ini sebelumnya pada masa disebutkan menekuni pelajaran dasar berupa Al-Quran. Dan memang tidak bisa diingkari bahwa seorang ulama sebelum tumbuh besar mesti memiliki kecakapan dalam Al-Quran sebagai pelajaran yang paling dasar.

Demikian yang bisa saya bagi hasil baca buku selama empat hari. Sungguh terasa lelah membaca buku yang bidangnya tidak diminati. Namun, justru mesti dibaca dan coba dipelajari untuk menambah pengetahuan tentang yang belum diketahui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun