Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puasa, Jihad, dan Kearifan Lokal

18 April 2021   07:40 Diperbarui: 18 April 2021   07:41 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Damai Itu Indah - tribunnews.com

Banyak yang berlomba ingin melakukan jihad agar bisa masuk surga. Namun tidak sedikit informasi yang menyesatkan tentang jihad sendiri. Banyak orang mengartikan jihad secara salah. Salah satunya memaknai jihad dengan cara bom bunuh diri, seperti yang baru saja dilakukan oleh pasangan suami istri di gereja Katedral, Makasar beberapa pekan lalu. Bagi masyarakat yang terpapar radikalisme, tentu akan selalu mengikuti pemahaman jihad yang salah. Namun bagi masyarakat yang cerdas, yang mempunyai literasi kuat, tentu akan menjauhi pemahaman yang salah tersebut.

Mari kita mempelajari agama tidak secara tekstual saja, tapi juga harus berdasarkan konteksnya. Dalam konteks sekarang, jihad bisa dimaknai secara luas. Tidak identik dengan hal-hal yang bersifat kekerasan, perang, pertumpahan darah dan segala macamnya. Di era Rasulullah SAW tentu saja konteksnya berbeda dengan era kemerdekaan, atau era milenial seperti sekarang ini. Dulu konteksnya jihad mungkin lebih condong ke melawan kelompok kafir, atau mengusir penjajah di era kemerdekaan. Tapi, di era sekarang ini, jihad yang sesungguhnya adalah mengendalikan hawa nafsu. Dan salah satu cara untuk bisa mengendalikan hawa nafsu adalah dengan cara berpuasa.

Berbicara puasa, sebenarnya tidak hanya dilakukan di bulan Ramadan saja. Puasa bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Tidak hanya agama atau keyakinan tertentu, dalam kebudayaan juga mengenal puasa. Dan puasa sebenarnya bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia. Karena itulah, sebenarnya kita sudah melakukan jihad. Kenapa? Karena puasa yang benar adalah mengendalikan hawa nafsu dan memperbanyak berbuat baik.

Kenapa jihad perlu dimunculkan disini? Karena banyak sekali informasi yang menyesatkan tentang jihad. Semuanya itu memang tidak bisa dilepaskan dari kelompok radikal, yang terus menyebarkan propaganda radikalisme melalui media sosial. Mereka terus menyebarkan sentiment kebencian dan provokasi, yang bisa membuat masyarakat yang tingkat literasinya rendah bisa menjadi korban. Apalagi sentimen negative tersebut dibalut dengan berita bohong alias hoaks, yang bisa membuat logika tidak berfungsi karena sudah ditutup oleh pemahaman yang salah.

Karena itulah, puasa tidak hanya sebatas belajar menahan lapar dan haus saja, tapi juga harus dibekali dengan belajar apa saja. Dengan belajar, kita bisa melihat sebuah persoalan secara utuh dari sudut pandang yang luas. Tidak merasa paling benar, dan tidak menanggap orang lain sebagai pihak yang salah. Hal ini penting karena saat ini banyak sekali orang mudah menyalahkan, mudah menyatakan sesat, kafir dan lain sebagainya. Pandangan ini tidak akan terjadi jika literasi dalam pribadi kita. Pelajarilah agama dengan benar, tapi juga pelajarilah nilai-nilai kearifan sosial dan pengetahuan tentang Indonesia. Hal ini penting agar kita tidak lupa dengan nilai-nilai agama, tapi juga tetap tidak mendinggalkan budaya Indonesia.

Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan nilai-nilai kearifan lokal. Dari Aceh hingga Papua, terdapat adat istiadat yang berlaku di masing-masing daerah. Dan keberagaman itu bisa berdampingan dalam negara kesatuan republik Indonesia. Tidak ada adat istiadat yang saling mendomoniasi. Tidak ada budaya yang ingin saling menghakimi, saling membenci atau saling persekusi. Mari kita kembali ke budaya kita sendiri. Paham-paham dari luar harus kita kikis. Dan untuk melawan paham-paham seperti radikalisme, intoleransi, provokasi dan terorisme, bisa dilakukan dengan cara memadukan nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun