Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berdebat Tanpa Harus Saling Membohongi dan Membenci

24 Januari 2019   08:34 Diperbarui: 24 Januari 2019   15:13 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Damai - jalandamai.org

Usai debat perdana pasangan calon presiden dan calon presiden, mendadak banyak orang menjadi pengamat. Banyak orang yang merasa paham betul tentang politik, tentang ekonomi, ataupun tentang Indonesia.

Sebenarnya, semakin banyak orang yang paham tentang politik, ekonomi, ataupun isu yang lain akan semakin bagus buat negeri ini. Akan banyak orang pintar didalamnya. Namun, jika orang yang bicara politik, ekonomi, ataupun bidang yang lain hanya asal bicara, tanpa didasarkan pada informasi yang valid, tanpa ada data pendukung yang kuat, inilah yang kemudian perlu dikhawatirkan. Informasi hoax dan kebencian akan mudah masuk pada orang semacam ini.

Setelah debat perdana capres dan cawapres kemarin, dunia maya begitu ramai dengan tanggapan tentang debat tersebut. Ada yang pro dan kontra. Semua pihak berusaha untuk melindungi pasangan calon yang dipilih dari berbagai serangan komentar dari lawan. 

Serangan komentar ini dalam konteks kebebasan menyampaikan pendapat, sebenarnya tidak ada persoalan. Bahkan penting dilakukan, agar ada diskusi diantara masyarakat. Paslon juga bisa melakukan introspeksi, dari berbagai komentar yang bermunculan. Namun pada kenyataannya, tidak sedikit komentar tersebut yang diserta unsur kebohongan dan kebencian.

Memang tak bisa dipungkiri, pilpres kali ini tidak bisa dilepaskan dengan era yang berkembang saat ini. Era milenial mulai menggeser perdebatan tentang politik, capres dan cawapres dari dunia nyata ke dunia maya.

Dari warung-warung kopi ke dinding-dinding facebook, twitter dan sebagainya. Dan perdebatan itu bisa dilakukan oleh siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Hanya dengan smartphone dan jaringan internet, segala kebutuhan bisa terpenuhi. Termasuk kebutuhan untuk saling mengomentar pendapat di dunia maya.

Berinteraksi di dunia maya, termasuk saling berkomentar harus tetap mengedepankan rasa saling menghormati antar sesama. Tidak boleh karena berbeda pilihan politik, bisa bebas melontarkan cacian, makian bahkan ancaman. Hal semacam ini bukanlah budaya kita, orang Indonesia. Budaya kita adalah berdebat dengan santun dan bermartabat.

Bukan berdebat yang justru bisa memecah belah kerukunan yang sudah ada. Jika selama ini kita berdebat tanpa disertai data, hanya berdasarkan katanya, tapi kita merasa paling benar dan terus menebar kebencian, hentikan semua itu. Introspeksilah. Kampanye saat ini untuk menjaring paslon yang tepat untuk memimpin Indonesia, bukan ajang untuk saling menebar kebohongan dan kebencian.

Mari kita saling berdebat untuk menguji apakah paslon yang kita pilih merupakan orang yang tepat? Mari kita juga berdebat apakah visi misi paslon ini bisa membawa Indonesia lebih maju? Perdebatan semacam ini sangat diperlukan, dari pada memperdebatkan si A tidak bisa ini, si B tidak bisa itu. Perdebatan jangan melukan nilai-nilai kearifan lokal.

Perdebatan juga jangan melupakan keberagaman yang ada di negeri ini. Perdebatan tetap harus mempererat tali persaudaraan dan persatuan. Karena siapapun capres cawapres yang terpilih, juga harus menjadi pemimpin buat semua, bukan pemimpin untuk para pendukungnya saja. Karena itulah, mari kita terus saling mengingatkan, agar perbedaan bukan dijadikan dasar untuk saling membenci, tapi dijadikan dasar untuk saling memahami.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun