Entah apa yang salah di republik ini. Ketika memasuki tahun politik, ujaran kebencian langsung merebak begitu cepat. Seolah-olah tahun politik merupakan momentum untuk saling mencari kesalahan, saling menghakimi demi mendapatkan simpati publik. Ketika pilkada DKI Jakarta tahun lalu, kelihatan sekali bagaimana ujaran kebencian begitu vulgar terjadi. Ironisnya, ujaran kebencian itu justru muncul dari para tokoh dan elit politik. Dan hal itu, kembali lagi terjadi pada pilkada serentak 2018. Bahkan jelang pilpres dan pileg 2019 ini, lagi-lagi, perilaku elit politik justru begitu gemar dengan menebar kebencian.
Ketika masa kampanye pilpres 2019 dimulai, aksi mencari kejelekan pasangan calon langsung terjadi. Kondisi ini kian runyam ketika upaya menebar hoax yang dilakukan Ratna Sarumpaet berhasil diungkap aparat kepolisian. Sebelum polisi berhasil mengungkap, reaksi elit politik begitu jelas menyerang pihak petahana. Bahkan pihak oposisi langsung menggelar konferensi pers. Dunia maya langsung penuh dengan berbagai ujaran kebencian. Dan ironisnya, elit politik juga terlihat begitu aktif menyebarkan informasi yang belakangan diketahui hoax. Dan setelah Ratna mengakui kesalahannya, para elit ramai-ramai meminta maaf kepada publik. Harus seperti inikah perilaku elit politik yang kelak harus mempimpin negeri ini?
Terungkapnya hoax yang dilakukan Ratna Sarumpaet, tetap saja tidak merubah perilaku elit. Mereka tetap saja saling menyerang di dunia maya. Terlebih ketika munculnya aksi penembakan yang menimpa ruang anggota dewan di DPR. Kebencian yang ditujukan kepada pemerintah semakin menjadi. Akhirnya, mereka pun lupa bahwa mereka sebenarnya juga punya tanggung jawa mempresentasikan bagaimana program kerja mereka ketika nanti dipilih. Diskusi yang membangun praktis minim terlihat, bahkan nyaris tidak ada. Harus seperti inikah perilaku elit untuk bisa duduk di kursi kekusaan? Bagaimana nanti jika mereka terpilih menjadi wakil rakyat, atau menjadi pemimpin di negeri ini?
Pertanyaan sederhana yang kemudian muncul adalah, sebenernya bisa tidak sih para elit ini menjaga kedamaian di negeri ini? Jika rakyat didorong untuk tidak mudah terprovokasi dengan berita bohong, kenapa tidak jarang para elit ini justru malah yang terpancing dengan provokasi di dunia maya. Jika rakyat diminta untuk tidak menyebarkan hoax, harus saring sebelum sharing, kenapa mereka justru seringkali tidak melakukan hal ini? Ayolah kita saling saling sinergi untuk membuat Indonesia damai. Meski perhelatan politik telah membuat bibit kebencian merebak, tapi semangat untuk menjaga kerukunan dan perdamaian, harus menjadi tanggung jawab kita bersama. Salam.