Tak dipungkiri, di tahun politik seperti sekarang ini telah membuat ujaran kebencian begitu subur seperti jamur di musim hujan. Ada saja oknum-oknum yang memperjual belikan jasa kebencian.Â
Ironisnya, jasa kebencian ini justru muncul untuk kepentingan politik jalan pintas. Pilkada serentak di 171 daerah, pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan legislative pada 2019 mendatang, menjadi lahan subur berkembangnya jasa kebencian.Â
Yang membuat miris, pembuat jasa kebencian itu adalah anak-anak muda yang semestinya bisa memanfaatkan inovasi yang mereka miliki untuk kebutuhan yang lebih positif.
Memang, dari sisi angka, intensitas hoax dan ujaran kebencian ini mengalami penurunan. Namun dari januari hingga Juni 2018, jumlah pengaduan yang masuk ke Kominfo ataupun ke Mabes Polri terus bermunculan. Ini artinya, ujaran kebencian masih terus ada. Bisa jadi mungkin ini karena dipengaruhi oleh prinsip supply and demand.Â
Ketika permintaan itu ada, maka produksi akan jalan terus. Lalu, siapa yang memesan jasa ujaran kebencian? Siapa yang diuntungkan akibat penyebaran kebencian tersebut? Mari kita belajar dari pilkada DKI Jakarta, yang sempat ramai karena menguatnya bibit kebencian. Potensi perpecahan pun ketika itu diambang mata. Beruntung, aparat keamanan bisa melakukan antisipasi, sehingga aksi jutaan umat ke jalan bisa berlangsung aman, meski sempat terjadi ancaman.
Semua orang pasti sepakat, bahwa pilkada serentak pada 27 Juni 2018 mendatang bisa berjalan lancar tanpa ada provokasi kebencian yang ditujukan kepada paslon tertentu. Tidak ada lagi provokasi SARA yang bisa mengancam kerukunan, persatuan dan kesatuan umat.Â
Ingat, Indonesia adalah negara dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi, namun tetap menjunjung tinggi toleransi. Nilai-nilai kearifan lokal yang telah dikenalkan para pendahulu, harus terus dipertahankan dan diteruskan oleh generasi penerus. Untuk itulah, bibit kebencian harus dihilangkan dalam diri kita masing-masing.
Dalam semangat menghilangkan bibit kebencian tersebut, semestinya bisa mudah dilakukan. Karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Dan dalam Islam sendiri tidak pernah mengajarkan untuk mendendam, membenci, ataupun memelihara kebencian.Â
Saat ini, seluruh umat muslim sedang memasuki bulan Ramadan, dimana semua orang dianjurkan untuk berlomba berbuat kebaikan. Semua orang berlomba untuk menjaga lisan dan perilakunya. Dan terbukti, ketika memasuki Ramadan, semua orang berlomba untuk mendapatkan keberkahan Allah SWT.
Dan sebentar lagi, umat muslim juga akan memasuki hari yang fitri, dimana setiap umat muslim saling meminta maaf dan memaafkan. Tidak hanya saling meminta maaf, salah satu tradisi dalam lebaran ini adalah saling bersilaturahmi antar keluarga ataupun tetangga.
Tradisi yang hanya ada di Indonesia ini, merupakan tradisi yang menyejukkan. Saling guyub dan berbagi antar sesama. Yang kaya berbagi kepada yang miskin, dan yang miskin mendoakan yang kaya agar diberi kelimpahan rezeki. Sebuah hubungan sederhana yang saling menguntungkan.