Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agama dan Budaya di Indonesia Saling Menyatukan

14 April 2018   09:08 Diperbarui: 14 April 2018   09:27 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Satu - nasional.kompas.com

Indonesia berkembang menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Meski demikian, negeri ini tidak mau mengklaim dirinya sebagai negara Islam. Karena Indonesia adalah negara yang beragama, yang mengakui Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu. Dan negara menjamin serta memberi kebebasan bagi warga negaranya, untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing. 

Jaminan itupun diatur di dalam undang-undang. Meski masyarakatnya beragam, tidak hanya menganut agama yang berbeda, tapi juga mempunyai budaya yang berbeda, masyarakat Indonesia tetap bisa hidup rukun sejak dari dulu. Bahkan mereka bisa saling gotong royong antar sesama. Karena memang begitulah sejatinya Indonesia.

Dalam sejarahnya, perpaduan antara agama dan budaya telah melahirkan sebuah keindahan dan kedamaian. Dalam budaya Jawa mengenal tradisi 'selametan' sebagai bentuk syukur. Ketika Wali Songo masuk menyebarkan agama Islam, budaya tersebut tidak hilang atau dihilangkan. Yang terjadi justru berakulturasi. Dan bentuk akulturasi itu bisa kita lihat hingg saat ini. 

Bagunan masa lalu, juga terlihat jejak akulturasi antara agama dan kebudayaan. LIhat saja tempat-tempat ibadah yang dibangun pada masa lalu, umumnya mengadopsi akulturasi antara agama dan kebudayaan. Kondisi itupun membuat Indonesia semakin kaya akan peninggalan masa lalu yang bisa dijadikan pembelajaran.

Pesan yang bisa kita ambil dari jejak masa lalu itu adalah, agama dan budaya justru menyatukan semua keberagaman yang ada. Agama tidak melarang budaya, begitu juga dengan sebaliknya. Tidak ada yang merasa paling benar, dan tidak ada yang merasa disalahkan. Semuanya mempunyai kedudukan yang sama ditengah masyarakat. Dan keduanya telah memberikan kontribusi positif, bagi perkembangan kehidupan manusia.

Lalu, jika Indonesia saat ini sudah berkembang menjadi negara yang morden, kenapa masih ada sebagian orang yang memperdebatkan atau mempermasalahkan soal agama, soal keberagaman budaya, ataupun perpaduan antar keduanya? Ironisnya, provokasi ini terus dimunculkan ketika negeri ini sedang menghadapi perhelatan politik. 

Pemilihan kepala daerah, pemilihan presiden dan wakil presiden, serta pemillihan legislative. Dalam menghadapi pesta demokrasi itu, semestinya semua pihak mendorong untuk penguatan persatuan dan kesatuan. Semua pihak harus aktif meminilisir segala potensi perpecahan. Agama dan budaya janganlah diadu domba. Karena perpaduan keduanya telah membuat Indonesia damai.

Mari saling introspeksi diri. Mari belajar dari pilkada DKI Jakarta yang telah membuat semua orang khawatir. Sentimen SARA yang dimunculkan, telah berhasil memprovokasi banyak orang. Beruntung kita semua adalah warga negara yang baik. Masih ada yang saling mengingatkan. Ancaman perpecahan itu tidak terjadi, dan kembali menguatkan keberagaman dalam persatuan. 

Hal yang sama juga harus tetap dijaga pada saat pilkada, pilres dan pileg mendatang. Jangan terlena oleh kepentingan politik dan mengorbankan kepentingan masyarakat. Ingat, Indonesia adalah negara yang kaya dan indah. Jangan rusak kekayaan dan keindahan ini hanya karena provokasi.

                                                                                                                                                  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun