Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Kotori Kedamaian di Indonesia dengan Bibit Kebencian

10 Februari 2018   18:44 Diperbarui: 10 Februari 2018   18:57 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Damai - http://www.ubaya.ac.id

Indonesia dikenal dengan negara dengan tingkat keberagaman sangat tinggi. Karena setiap jengkal negeri ini dipenuhi dengan keberagaman, karena itulah menjadi pribadi yang toleran tidak bisa dihindarkan. Kenapa? Karena jumlah penduduk Indonesia begitu besar, dengan suku, bahasa, agama dan budaya yang berbeda satu sama lainnya. Meski tingkat keragamannya cukup tinggi, bukan berarti antar masyarakatnya saling bertikai. Semuanya bisa hidup berdampingan, tanpa harus saling memandang perbedaan sebagai sebuah persoalan. Begitulah sejatinya orang Indonesia. Cinta damai, tidak mau mencari musuh, dan bersikap terbuka terhadap keberagaman.

Akhir-akhir ini ujaran kebencian terus bermunculan di sosial media. Perbuatan ini umumnya dilakukan oleh kelompok intoleran dan radikal. Akibat perbuatan mereka, tidak sedikit dari masyarakat yang terprovokasi. Masyarakat yang awalnya ramah, bisa langsung berubah menjadi pemarah dalam waktu singkat. Perilaku yang awalnya sangat toleran, langsung berubah menjadi intoleran, hanya karena terprovokasi sentimen SARA. Padahal, tidak ada sedikit pun budaya Indonesia yang menganjurkan tentang kebencian. Tidak ada satu agama pun yang juga menganjurkan kebencian. Lalu kenapa bibit kebencian ini terus dimunculkan di negeri yang sangat mengedepankan toleransi?

Ketika semua orang rebut dan suasana tidak kondusif, hal ini akan mudah dimanfaatkan oleh kelompok radikal dan intoleran untuk memecah belah persatuan. Kelompok ini akan terus berusaha menerapkan sistem khilafah di Indonesia. Sistem ini dianggap tepat diterapkan, karena mayoritas penduduk Indonesia muslim. Padahal, kekhilafahan jelas-jelas tidak ada manfaatnya untuk Indonesia. Indonesia bukanlah negara konflik. Dan Indonesia adalah negara yang multikultur. Jika sistem ini diterapkan, bagaimana saudara-saudara kita yang non muslim? Bukankah selain Islam, Indonesia juga mengakui Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu? Mereka juga mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara.

Karena itulah, para pendahulu lebih memilih Pancasila sebagai dasar negara. Karena nilai-nilai yang muncul dari budaya Indonesia itu, dinilai tepat merangkul semua kepentingan dan keragaman yang ada. Dan terbukti, dari Aceh hingga Papua masih tetap bersatu dalam wadah negara kesatuan republik Indonesia.

Sebentar lagi, 171 daerah di Indonesia akan menggelar pilkada serentak. Dalam pesta demokrasi semacam ini, terkadang ada saja pihak-pihak yang menyebarkan informasi hoax untuk menurunkan elektabilitas paslon. Jika berkaca dari pilkada DKI yang lalu, tidak menutup kemungkinan sentimen SARA akan kembali dimunculkan, demi mendepatkan kursi kekuasaan. Padahal ketika sentimen SARA itu dimunculkan, taruhannya adalah persatuan dan kesatuan Indonesia yang akan hancur.

Sekarang, kita mau memilih yang mana? Hancur atau tetap bersatu, semua orang sejahtera. Hanya karena bibit kebencian, semuanya bisa saling hujat dan saling caci. Karena itulah, jangan kotori kedamaian negeri ini dengan bibit kebencian. Indonesia bukanlah negara konflik. Dan masyarakatnya bukanlah masyarakat pembenci. Indonesia adalah negara damai, dan masyarakatnya adalah orang yang ramah, toleran, dan suka menolong orang lain tanpa melihat apa latar belakangnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun