Mohon tunggu...
Ahmad Ali Rendra
Ahmad Ali Rendra Mohon Tunggu... Lainnya - Kartawedhana

Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kab. Hulu Sungai Selatan - Kalimantan Selatan Pemerhati Budaya dan Sejarah Pemandu (khusus) Museum Rakyat Kab.Hulu Sungai Selatan Pembina komunitas Dapur Budaya HSS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Desa Revolusi yang Tertidur Panjang di Era Pembangunan Indonesia

12 September 2022   11:39 Diperbarui: 13 September 2022   16:02 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dan catatan sejarah Dumam bin Ahmad, tokoh pejuang revolusi di Karang Jawa. (Sumber koleksi: Rendra)

Aku tinggal disebuah kampung dengan nuansa alam pedesaan yang masih asri tepat berada di pinggiran kota Kandangan, Ibukota Kabupaten Hulu Sungai Selatan di Kalimantan Selatan. Meski berstatus desa jalanan di desaku sudah diaspal dengan satu dua kendaraan bermotor berlalu-lalang. 

Tidak berlebihan jika kujuluki kampung halamanku "desa yang tak pernah ditundukan oleh penjajah Belanda". Tentu sebutan tersebut bukan keluar atau berasal dari bilik ruang "hampa" belaka.

Puluhan tahun silam desa yang kutinggali ini adalah basis utama para gerilyawan pejuang kemerdekaan di Kalimantan dan bahkan jauh ratusan tahun yang lalu saat pecahnya perang Banjar di tahun 1859.

Kampung halamanku ini sudah menjadi basis perjuangan di lalawangan batang Amandit dibawah komando Tumenggung Antaluddin yang dijuluki Hoofd der Opstandeling atau kepala pemberontak oleh pejabat militer Belanda. 

Disepanjang jalan "Gerilya" nama jalan utama yang melintang membujur didekat rumahku adalah saksi bisu perjalanan sejarah seorang bapak Gerilya Kalimantan yaitu Brigjend (Purn) H. Hassan Basry yang saat awal kedatangannya ke Kalimantan pasca ia menyelesaikan pendidikannya di Pulau Jawa.

Brigjend Hassan Basry awalnya harus disembunyikan dari rumah ke rumah disepanjang luran jalan (Gerilya) itu guna menghindari patroli militer Belanda yang memburunya saat masa-masa pahit dan getir dalam kemelut awal iklim perjuangan revolusi di tanah kelahirannya di Kalimantan Selatan. 

Ya, beliau (Brigjend H.Hasan Basry) adalah tokoh sentral dalam sejarah Revolusi Kemerdekaan di Kalimantan Selatan (1945-1949) dan berkat pengaruhnya kelompok-kelompok bersenjata pro kemerdekaan Indonesia yang tercerai-berai di wilayah Hulu Sungai bisa dipersatukan dalam satu komando yang dipimpinnya. 

Setelah Brigjend H.Hassan Basry dan kawan-kawan mendirikan satuan ALRI Divisi IV pertahanan Kalimantan di Haruyan dan kemudian menegaskan posisi satuannya disamping sebagai organisasi militer bersenjata juga sebagai badan pemerintahan yang berkuasa atas daerah-daerah yang mereka rebut dari pemerintahan Hindia-Belanda. 

Penegasan posisi ALRI Divisi IV sebagai badan pemerintahan dan komando militer tepat pada tanggal 17 Mei 1949 di Niih Loksado melalui sebuah (deklare) proklamasi yang sekaligus menyatakan Kalimantan adalah bagian yang tak terpisahkan dari Republik Indonesia. ALRI divisi IV Pertahanan Kalimantan saat itu memposisikan satuan mereka sebagai representasi dari Republik Indonesia yang berdaulat.

Akibat dari peristiwa itu desaku juga kembali dan semakin kokoh pula menjadi basis perjuangan terlebih ketika ditariknya titik awal "garis demarkasi" yang membatasi antara kekuasaan Gubernur Tentara ALRI D IV Pertahanan Kalimantan dan kekuasaan Pemerintah Hindia-Belanda. Posisi desaku saat itu begitu penting yakni sebagai "gerbang" dari wilayah kekuasaan Gubernur Tentara ALRI Pertahanan Kalimantan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun