Dalam hal ini terlalu premature jika kemudian kita simpulkan perilaku mereka para mantan gerilyawan di Kalimantan Selatan bersifat terlalu etnosentrisme. Pun jika itu memang iya, kita harus melihat kembali dampak besar perjanjian-perjanjian seperti Linggarjati dan Renville yang mau tidak mau memaksa mereka (para pejuang gerilya ALRI D IV) harus tetap survive berdiri di atas kaki sendiri mengukir sejarah, bagai seorang bayi yang yatim-piatu dengan mandiri belajar bagaimana cara berlari dan menyuap makan sendiri.(*)
Note :
Gerakan Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan biasanya diasosiasikan dengan Darul Islam. Namun sebenarnya gerakan ini tidak banyak sangkut pautnya dengan gerakan Darul Islam pada umumnya. Oleh karena itu menurut penulis, gerakan KRyT di Kalimantan Selatan tidak termasuk dalam gerakan Darul Islam di Indonesia. Gerakan Ibnu Hajar dan KRyT merupakan bentuk ekspresi atau reaksi spontan atas kebijakan proses “rasionalisasi” yang dianggap merendahkan, melecehkan harkat dan martabat para ex gerilyawan di Kalimantan Selatan.
Sumber Pustaka :
Lintas Revolusi Fisik Kalimantan Selatan di Hulu Sungai Selatan ( Djaranie, dkk )
Tengkorak Putih (Wajidi)