Mohon tunggu...
Ahmad Raziqi
Ahmad Raziqi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Catatan Kaki-kaki Nguli (KKN) Dusun

27 Desember 2018   10:56 Diperbarui: 27 Desember 2018   11:12 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Filednote:
Kode file: A1
Judul: wawancara Land Reform
Lokasi: Masjid Lengkong Barat/Desa Merawan/ kec Mayang/kab Jember
Informan: Bapak Maryam
Umur Informan: +_100 tahun
Waktu: Rabu 11 Juli 2018 / 15:30 WIB

Alhamdulillah, Alhamdulillah ucapan yang tidak pernah lepas dari seorang laki-laki lansia, namanya adalah bapak Ahmad atau lebih akrab dipanggil bapak Maryam. Karena kebiasaan orang Madura anak pertama akan dijadikan nama panggilan bagi orang tuanya. Sama dengan bapak Ahmad yang berubah nama menjadi bapak Maryam. Bapak Maryam merupakan sesepuh di desa Lengkong toko di desa merawan kecamatan Mayang. Rasanya memang dari bentuk tubuh yang sudah tidak tegak lagi dan kulit yang keriput sana sini mencerminkan bahwa pak Maryam seperti sudah hidup lebih dari satu abad. Sayapun sangat termotivasi mendengarkan cerita-cerita pak Maryam yang begitu heroik dan sangat kental jiwa patriotisme dan nasionalismenya.

Hiduplah Indonesia raya. MERDEKA!!! Ucap pak Maryam disela-sela ceritanya dalam perjuangannya sebagai pemuda yang ikut merasakan atmosfer kolonialisme di Indonesia. Tak terasa didepan masjid setelah saya sholat asha di masjid Lengkong Tokor, saya mendapatkan suntikan semangat bahwa perjuangan Indonesia Tempo dulu perlu untuk diteladani dan dijadikan motivasi dalam menjaga keutuhan NKRI. Dulu yang berjuang adalah sesepuh kita, sekarang bagaimana menjaga dan melestarikan warisan kemerdekaan tanah air Indonesia.

Ditanya soal pendidikan, pak Maryam mengatakan "orang dulu itu bodoh" sembari tertawa lepas dan diselingi dengan ciri khas bahasa yang campur aduk antara bahasa Indonesia dan Jawa, tapi yang tidak terlepas adalah rasa syukurnya yang tidak henti-hentinya dia ucapkan lewat ucapan hamdalah pada bibir yang mulai bengkok dengan gigi yang sudah hitungan biji. 

Pak Maryam kemudian melanjutkan ceritanya tentang kemajuan Indonesia dalam bidang pendidikan " kalau dulu, saya sekolah hanya sampai kelas tiga SD,  ya karena memang sekolah dulu hanya ada satu di kecamatan ini, itu pun hanya sampai kelas tiga saja" itu yang membuat anak-anak bangsa sekarang kalah jauh dari semangat juang dan pendidikan orang-orang tempo dulu. "Kalau sekarang sekolah sudah banyak, kalau anak-anak gak rajin berarti minta dipukul" lanjut pak Maryam dengan ceritanya yang begitu semangat.

Ditanya soal yang membabat desa Merwan, pak Maryam menegaskan "disini yang babat, dari Madura, namanya pak cempleng dan Bu cempleng, makamnya ada di Lengkong barat. Maka dari itu desa ini di namakan Merwan cempleng" jelas pak Maryam. Sayapun semakin penasaran waktu itu lantas saya melontarkan pertanyaan seperti seorang investigator pertanyaan saya soal perlawanan rakyat terhadap Belanda. Pak Maryam kemudian menjawab agak sedikit kurang nyambung, mungkin karena lansia dan jiwa nasionalisme kental, beliau malah menceritakan bagaimana Belanda menggunakan geranat dalam menghempaskan para pribumi yang kata pak Maryam orang dulu itu bodoh.

Saya pun terpancing untuk menanyakan tentang sejarah tak terlupakan terbunuhnya seorang pejuang kabupaten Jember. Yaitu Mohammad Setuju. Konon saya mendengar pertama kali seruji terbunuh oleh Belanda di kali karang Kedawung karena dijebak. "Seruji terbunuh di karang Kedawung, sana!!" Tegas pak Maryam, pak Maryam menjelaskan bahwa seruji adalah seorang jendral yang berjuang melawan Belanda. Sayapun tidak bisa menggambarkan ketika Indonesia masih bernama Hindia belanda, betapa kejamnya Belanda dalam cerita pak Maryam, juga betapa menakutkannya Indonesia masa orde baru era dan cerita-cerita G30SPKI yang sedikit dijelaskan oleh pak maryam.

Pak Maryam kemudian mengalihkan pembicaraan mengenai jumlah anaknya yang sudah tujuh. Mereka semua sudah berkeluarga semua kata pak Maryam, kemudian perbincangan kami harus terhenti ketika, pak Maryam di jemput oleh istrinya Bu Maryam karena di rumahnya ada tamu yang sudah menunggu.

Kode file: A2
Judul: wawancara Land Reform
Lokasi: Rumah Bapak Sudar
Informan: Bapak Sudar (SU), Bapak Ri (Ri), Bapak Amir (Ir)
Umur informan: 58, 45, +_100
Waktu: 12 Juli 2018/16:00 WIB

Sore, dimana aktivitas dusun lengkong toko sepi oleh penduduk, seperti biasa masyarakat desa Merwan khususnya dusun lengkong toko menyibukkan dirinya masing-masing dengan pekerjaannya mencari nafkah termasuk diantaranya pergi bertani Kesawah. Kamis sore kami berempat menyusuri jalan setapak untuk menemui pak Sudar sebagi kepala RT di kompleks kami tinggal. Saya, rofiki, Abror dan Marwan akhirnya bisa bertemu dengan dua orang yang satu laki-laki lansia dan yang satu masih paruh baya, yang akhirnya kami kenal sebaiknya pak RI dan pak Amir.
Kamipun dipersilahkan duduk di kediaman pak Sudar yang berkeramik putih dan berdinding abu-abu. Rumah pak sudar mewah dan sederhana. Sehingga kesan kami pada pandangan pertama terhadap rumah penduduk belakang pagar kontrakan kami, adalah "penduduk" kompleks ini sejahtera dan kaya-kaya, rumahnya bagus-bagus". Kami berempat kemudian dipersilahkan duduk di kursi yang bersofa setengah empuk, dengan ornamen kayu ukir yang enak dipandang. Rumah pak Sudar memang cukup enak dipandang karena perpaduan warna abu-abu clasic dan putih memberi kesan indah menawan.
"Dari mana saja ini" tanya pak sudar
"Ini jauh-jauh de, ada yang dari Madura, Lombok, Situbondo dan Kalibaru" jelas pak Ri kepada pak Sudar.
Karena sebelumnya kami memang telah berkenalan dengan pak RI dan pak Amir maka, pak RI yang berprofesi sebagai supir truk menjelaskan kepada pak Sudar. Kami pun saling bersalaman bergantian kepada pak Sudar.

Tak berselang beberapa lama, susu hangat pun dikeluarkan sebagai jamuan kepada kami sore itu. Akhirnya kesan pertama yang dapat dipetik dari wawancara kami dengan beliau para bapak yang sudah mengerti tentang arah kehidupan dan akan menuju kematian. Perkataan yang paling membuat alangkah berdosanya saya dan mungkin para teman-teman saya waktu itu adalah perkataan pak Sudar yang mengatakan "nyawa itu diculik, tidak ada obatnya kalau sudah kematian tiba." Pak Sudar memang cukup berfilsafat sore itu, khususnya tentang filsafat kehidupan. Kesannya kami sedang berbicara dengan filosof atau ahli sufi pada sore itu. Sungguh luar biasa mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun