Mohon tunggu...
Ahmad Raziqi
Ahmad Raziqi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

"Annisa' Fi Yaumil Kutub"

20 April 2018   01:34 Diperbarui: 20 April 2018   01:40 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Oleh: Ahmad Raziqi

Tertarik dengan diskusi singkat via online dengan sahabati seperjuangan di PMII. Pembahasan yang tidak sistematis membuat diskusi seperti berkomedi. Tapi, hikmah penting dibalik diskusi adalah mengenai bahasa Annisa' Fi Yaumil Kutub. Cerita perempuan dalam buku harian.

Akhir-akhir ini pergerakan mahasiswa Islam Indonesia (PMII) komisariat IAIN Jember dan seluruh PMII seindonesia, memang gandrung menyuarakan peran penting seorang perempuan. Terbukti dengan semangat untuk memahamkan Gender melalui SIG telah di kemas oleh beberapa rayon serta komisariat untuk memberikan pemahaman tentang keadilan gender beserta ruang lingkupnya. Tidak hanya hal ihwal SIG, pelatihan kader kopri juga diadakan untuk membentuk karakter bagi kader-kader putri di PMII itu sendiri.

Korp Putri (kopri) PMII tidak ubahnya seperti kaderisasi tapi dikhususkan untuk kader-kader putri. Melihat keluhan dari kader putri yang memang terlalu sensitif dalam menyikapi persoalan, maka peran kopri akhirnya termanifestasi dengan adanya pemper di rayon. 

Banyak hal yang dapat dipetik dari diskusi via watshap dengan sahabati mengenai perempuan yang memang secara kodrati, idealnya seorang pemalu. Dari celetukan guyonan akhirnya inisiatif membuat istilah cerita bagi kehidupannya sebagai perempuan, akhirnya terciptalah Annisa' Fi Yaumil Kutub.

Kata-kata "habis gelap, terbitlah terang" dari sang patriot ibunda Kartini memang harus ditanamkan bagi kader-kader putri PMII yang cukup banyak. Artinya kader-kader putri yang cenderung dijustifikasi sebagai mahluk yang sensitif dan cenderung di pandang selalu bawa perasaan harus dihilangkan, perempuan PMiI kedepannya tidak hanya mampu menarik untuk dipermainkan oleh laki-laki. Tetapi perempuan PMII kedepannya harus memegang kendali di setiap sektor seperti pendidikan, politik, sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya.

Pemahaman tentang kasur, dapur, sumur dalam masyarakat mengenai peran perempuan memang perlu untuk dirubah. Tetapi, bukan merubahnya dengan cara ekstrem atau dengan pemahaman Feminisme radikal. Tapi perempuan yang secara fisik sudah mempunyai vocal gesture, harus mampu membuktikan bahwa masih ada jiwa Kartini di era melenial saat ini.

Dari refleksi terbentuknya kembali kopri di pengurus PB era Agus Herlambang saat sekarang ini, tentu dapat di pelajari kembali bahwa perempuan secara kodrati memang lembut dan tidak keras seperti laki-laki. Tapi pembuktian mengenai kesuksesan perempuan memang sama-sama unggul dengan laki-laki.

Perlu adanya bentuk-bentuk kongkrit dari munculnya kader-kader putri yang memang berjiwa patriotis, romantis dalam membela bangsa Indonesia serta  teguh dalam beragama Islam tentunya. Hal itu akan membentuk karakter untuk dzikir, fikir dan  amal Sholeh. Bukan Rumpa, Rumpi dan ngerumpi lalu sakit hati.

Ini sebatas momentum harlah PMII dan hari kartini. Diamana perempuan PMII memang harus tangguh dan memiliki komitmen untuk berpartisipasi dalam membentuk kepribadian yang tidak mudah menangis atas kenyataan. Apalagi persoalan yang belum jelas dan tidak membuat dampak kebermanfaatan dan kemaslahatan bagi semua pihak.

Refleksi mau tidur

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun