Mohon tunggu...
Ahmad Nur Qalby
Ahmad Nur Qalby Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa LIPIA Jakarta, Jurusan Bahasa Arab.

Menulis untuk berbagi dan berdiskusi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Aktivisme dan Intelektualisme

23 Februari 2020   14:46 Diperbarui: 23 Februari 2020   14:56 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Kurangi aktivisme dan tingkatkan intelektualisme!" Kalimat itu saya dengarkan dari Adian Husaini ketika menjadi moderator pada acara peluncuran buku "Budaya Ilmu" karya Wan Mohd Nor Wan Dawod (saya masih heran apa arti Wan dalam glosarium Melayu sampai saat ini) di Ballroom Pesona Square yang saya hadiri Agustus tahun lalu. Pak Wan yang ada di sampingnya bergestur mengiyakan quote yang dicatut darinya itu.

Dalam hati, saya agak mengingkari frasa tersebut. Bagaimanapun juga, seseorang tidak akan dikatakan berilmu sampai ia berperilaku dengan ilmu tersebut. Ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa amal, kan? Saya juga teringat ucapan Syekh Thariq At-Thawari (kalo gak salah gitu namanya) ketika saya masih sekolah di Sukabumi," Kalau zaktnya harta itu sedekah, maka zakatnya ilmu itu amal." Ilmu itu harus "dicuci" dengan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Kalo gak dilakuin, apa bedanya dengan yang tidak berilmu?

Terlebih lagi dalam segi fiqhiyyah, bahwasanya orang yang jahil -tidak berilmu- tidak akan mendapat balasan dari apa yang ia perbuat dalam keburukan. Tapi jika tahu lalu mengingkari dan mengabaikannya, ia akan mendapat balasan. Maka jelas sekali kalau orang yang beraktivitas dengan ilmunya lebih baik dari yang hanya duduk membaca buku segunung tapi tidak berbuat apa-apa bagi lingkungan sekitarnya. Useless.

Setelah beberapa waktu, saya me-muhasabah sudzhan saya kepada Pak Wan. Bisa jadi ada batu dibalik udang atas nasihatnya tersebut kepada Pak Adian di Malaysia tahun 2002 dulu. Karena dia sendiri yang menyampaikan di sisa sesinya "Tujuan ilmu adalah menyempurnakan akhlak umat manusia", berarti harus dengan amal, dong? Mungkin ada kemungkinan tujuan pesan tersebut yang kadar ke-ndakik-annya sangat superr;

Pertama, seperti halnya Rasulullah saw ketika dimintai nasihat oleh seorang sahabat yang disebutkan pada hadits ke-16 kitab arbain nawawi. Beliau hanya mengulangi satu kalimat larangan sebanyak 3 kali; .

Dalam suatu riwayat, disebutkan bahwa sahabat yang bertanya tersebut gampang naik pitam, maka nasihat yang disampaikan adalah larangan untuk marah. Sesuai dengan lawan bicaranya. Bisa jadi kalau sahabat lain yang meminta, maka nasihatnya pun akan berbeda.

Ada kemungkinan kalau pada masa itu Pak Adian lebih suka menjadi aktivis daripada mengembangkan keilmuannya. Sehingga apa yang ia kampanyekan sebagai aktivis tidak terlalu bermutu. Lalu Pak Wan mengingatkannya akan " ".

Kedua, apa yang dimaksud dari "intelektualisme" adalah "ta'lm". Menyebarkan ilmu adalah bentuk amal yang lebih gege. Bukan hanya aplikasi individual semata, tapi membagikan semangat "penyempurnaan akhlak" kepada orang lain. Menjadi guru dari para aktivis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun