Mohon tunggu...
Muzakkil Anam
Muzakkil Anam Mohon Tunggu... -

Asal dari Jepara

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cinta Tak Pernah Menyakiti

11 Maret 2015   17:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:48 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahwa setiap manusia ingin mencintai dan dicintai itu adalah hal yang sangat wajar, karena bagaimana pun juga manusia pertama diciptakan oleh-Nya dengan landasan cinta. Kemudian, manusia satu persatu lahir juga dengan cinta, cinta dari ayah dan ibu. Tak berhenti sampai di situ, bahkan manusia pun kemudian tumbuh dan berkembang dengan cinta. Karena sudah terbiasa dengan cinta, maka kecenderungan untuk mencintai dan dicintai pun tumbuh dengan alami dalam diri manusia.

Hanya saja, terkadang perasaan ingin mencinta dan dicinta ini tidak menemukan bentuknya yang benar. Mengapa? Karena fenomena sakit hati karena cinta tidaklah sulit kita temui di sekitar kita atau bahkan kita sendiri pernah mengalami sakit karena cinta. Lantas jika demikian, apakah kemudian cinta yang merupakan fitrah manusia itu tidak selamanya positif? Pastinya, akan sangat naïf jika karena saat ini kita disakiti oleh cinta, kita kemudian men-judge bahwa cinta itu menyakitkan, karena sama halnya dengan paribahasa karena nila setitik rusak air susu sebelanga.

Mungkin ada yang membantah jika memang demikianlah faktanya, cintalah yang membuat kita menangis, cinta yang membuat kita putus asa dan enggan menatap ke depan lagi. Cinta mengungkung kita pada penyesalan yang tak tahu kapan kita bisa keluar dari kungkungan itu. Iya, memang tidak dipungkiri, di balik keagungan cinta itu sering kita dapati kesakitan. Tapi, jika kita coba melihat lebih ke dalamnya, sebenarnya sakit yang disebabkan oleh cinta justru mengantarkan kita pada cinta yang lebih sejati. Beberapa orang sudah membuktikannya, untuk menyebutkan contoh, penulis teringat teman penulis yang saat itu begitu sedih dan putus asa karena ditinggal orang yang sangat ia cintai. Sulit baginya menerima kenyataan bahwa orang yang ia cintai sepenuh hati malah meninggalkannya. Tapi, selang beberapa tahun kemudian, teman penulis itu kini hidup bahagia dengan orang yang lebih baik dari seseorang yang sempat ia anggap paling baik dan paling ia cintai.

Dari kasus di atas, setidaknya pelajaran yang bisa kita ambil adalah bahwa kita sebagai manusia memiliki kemampuan yang sangatlah terbatas, termasuk dalam menilai seseorang. Apa yang kita yakini sebagai sesuatu yang paling baik buat kita belum tentu memang yang terbaik buat kita. Kita hanya bisa berusaha mencari yang terbaik, terbaik yang mencintai kita dan terbaik untuk kita cintai. Tugas kita hanya mencari, dan Tuhan lah yang akhirnya mempertemukan. Hal ini penting, karena dengan berpikir demikian, ketika kita kehilangan seseorang yang sangat kita cintai, kita tak akan terlarut-larut dalam kesedihan. Tetap yakin jika cinta-Nya lebih besar jika hanya dibanding dengan cinta manusia. Jika kita tersakiti oleh cinta manusia, mungkin saat itu Tuhan sedang menasehati kita, Dia sedang mengingatkan kita bahwa sebenarnya Tuhan telah menyiapkan seseorang yang lebih baik dari seseorang yang saat ini kita anggap paling baik, atau bisa jadi Tuhan menegur kita untuk lebih memperbaiki diri kita sebelum bersanding dengannya. Karena sekali lagi, cinta tak pernah menyakiti, dan yang Tuhan cintai pun tidak hanya diri kita, sehingga ketika kita mencintai seseorang dan orang itu mencintai kita, sedangkan menurut Tuhan kita belum terlalu baik untuknya, maka Tuhan akan menegur kita untuk memperbaiki diri terlebih dahulu. Jangan mudah mengatakan cinta itu menyakitkan, karena jika kita melihat cinta secara komprehensif, dalam arti kita melihat lebih cermat, tidak ada cinta yang menyakitkan, semua cinta bermuara pada kebahagiaan. Jika pun saat ini kita dibuatnya sakit, itu hanya ibarat batu krikil yang mencoba mengusik perjalanan kita menggapai kebahagiaan. []

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun