Mohon tunggu...
adi
adi Mohon Tunggu... -

pemerhati

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Meluruskan Pemahaman Sesat Tentang Utang

17 Maret 2014   14:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:51 1421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_326924" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Wacana mengenai utang memang selalu hangat untuk diperbincangkan karena tema ini selalu menjadi perdebatan baik di ranah politik maupun ekonomi. Banyak dari kalangan media yang selalu mengembar- gemborkan data utang Indonesia yang terus meningkat dan menunjukan angka yang seolah-olah sangat fantastis. Memang bila kita lihat secara nominal utang Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat total utang Indonesia berjumlah 259,1 milyar US$ atau Rp.2850 triliun tahun 2012 meningkat 6.6 persen dari tahun sebelumnya(bi.go.id).

Tapi jika kita bagi hutang Indonesia tersebut dengan nilai tambah total seluruh produksi  barang dan jasa tanpa memperhitungkan kepemilkannya atau yang kita sering sebut dengan Gross Domestik Product (GDP) maka angka tersebut terus turun dari 57 persen tahun 2005 menjadi hanya 26 persen tahun 2012. Jika kita bandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand rasio utang Indonesia merupakan salah satu yang terbaik di Asean. Dengan angka ini Indonesia juga mempunyai ruang fiskal yang cukup luas jika sewaktu-waktu terjadi guncangan terhadap perekonomian.

13950140501743545363
13950140501743545363

Sumber: World Bank 2014

Jika kita kaji lebih dalam lagi rasio stok utang luar negeri Indonesia juga terus turun terus terhadap Gross National Income (GNI). Todaro dan Smith (2011) mendefinisikan GNI sebagai GDP ditambah faktor pendapatan penduduk asing di luar negeri dikurang pendapatan domestik yang diklaim oleh bukan penduduk negara tersebut. Indikator GNI ini menggambarkan lebih baik perputaran uang yang sesungguhnya berada pada suatu negara dibandingkan dengan GDP. Dengan indikator ini saja rasio utang luar negeri Indonesia terus turun dari tahun 2005 sebesar 52 persen menjadi hanya 29.8 persen pada tahun 2012. Jika dibandingkan dengan tiga negara Asia lainya Indonesia hanya kalah oleh China yang memiliki rasio sebesar 9 persen pada tahun 2012.

13950141401935100658
13950141401935100658

Sumber: World Bank 2014.

Penurunan rasio hutang ini memang sesuatu yang membanggakan tapi juga sangat riskan bagi Indonesia yang sedang mengalami masa-masa bonus demografi yang kemungkinan akan mencapai puncaknya tahun 2020. Bonus demografi ditandai dengan semakin menurunya rasio angka ketergantungan pennduduk yang dihitung dengan cara membagi total penduduk yang berusia produktif 15-64 tahun dengan usia non-produktif di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun. Angka ini menunjukan bahwa struktur penduduk Indonesia kebanyakan berusia muda yang sangat membutuhkan pekerjaan yang berkualitas. Selain itu, penduduk berusia muda ini tidak banyak dibebani oleh penduduk yang tidak produktif. Bonus demografi ini bisa menjadi berkah atau malah bisa menjadi bumerang bagi Indonesia jika tidak bisa memanfaatkanya dengan baik.

Bayangkan jika penduduk yang kebanyakan berusia produktif ini tidak disediakan lapangan pekerjaan dengan baik maka akan terjadi kekacauan baik politik maupun sosial disebabkan kurangnya lapangan pekerjaan. Jika kita bandingkan dengan negara tetangga rasio ketergantungan penduduk di Indonesia memang masih jauh lebih besar dibandingkan Malaysia dan Thailand. Jika kita perhatikan angka ketergantungan penduduk dengan rasio hutang pemerintah kedua negara dapat dilihat korelasi kasarnya bahwa Malaysia dan Thailand lebih banyak menarik hutang daripada Indonesia untuk membiayai proses bonus demografi yang sedang berlangsung di kedua negara tersebut.

1395014219444092247
1395014219444092247

Sumber: World Bank 2014.

Di dalam sistem ekonomi konvensional yang sekarang kita gunakan hutang merupakan instrument keuangan paling dominan untuk membiayai aktifitas bisnis. Sistem perbankan moderen hanya mengenal hutang sebagai instrument keuangan untuk investasi. Jika Indonesia terus menerus mengurangi rasio hutangnya terhadap pendapatan maka bisa dipastikan kapasitas untuk membiayai pembangunan yang tujuannya untuk menyerap tenaga kerja yang sedang melimpah ruah akibat bonus demografi bisa terhambat.

Berdasarkan hal ini kita tahu bahwa hutang  sama dengan Investasi karena tabugan dari masyarakat disalurkan melalui sistem perbankan dengan kontrak hutang. Artinya setiap kali kita ingin berinvestasi dengan pihak ketiga dalam hal ini perbankan berarti pada saat itu juga kita berhutang. Hal ini yang harus disadari semua pihak bahwa tanpa hutang kita tidak akan bisa membangun. Untuk keluar dari jeratan hutang ini, jika memang itu yang diingiinkan pemerintah, mau tidak mau pemerintah harus menarik sebanyak-banyaknya investasi langsung dari luar negeri. dengan investasi langsung ini kita mendapatkan dua keuntungan sekaligus mempelajari cara kerja dan management perusahaan perusahaan asing dan juga penyerapan tenaga kerja dari pembangunan pabrik-pabrik mereka di Indonesia.

cara lain yang dapat kita lakukan untuk menjauhi hutang namun dapat tetap terus   menjalankan pembangunan adalah dengan menerapkan kontrak-kontrak kerjasama partnership di mana risiko dari investasi ditanggung bersama serta keuntungan dari investasi juga dibagi dengan adil bersama. penjualan obligasi syariah seperti sukuk musyarakah (partnership) merupakan salah satu instrumen keuangan yang bisa diimplementasikan. ada banyak proyek-proyek infrastruktur yang bisa dibangun dengan skema ini seperti jalan tol, pelabuhan, dll. dengan menggunakan skema investasi tanpa berlandaskan kontrak hutang ini semoga cita-cita bangsa untuk berdaulat secara ekonomi dapat terwujud.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun